BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakekatnya adalah
usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan amat strategis
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu
bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Fungsi pendidikan harus
betul-betul diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional
sebab tujuan berfungsi sebagai pemberi arah yang jelas terhadap
kegiatan penyelenggaraan pendidikan sehingga penyelenggaraan pendidikan
harus diarahkan kepada (1) pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, (2)
pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna, (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, (4)
pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, (5)
pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat, (6) pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Peningkatan mutu
pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam
proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya
mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan
mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik
dalam segi jumlah maupun mutunya.
Guru adalah
figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam
pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia
pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama
yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut tidak dapat disangkal kerana
lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. sebagai besar waktu guru
ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat (Djamarah, 2000).
Guru merupakan
faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada
umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi
tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi
tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam
mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun
demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya.
Guru merupakan
ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina
dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak, guru dituntut untuk
memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan
pengajar dan kemampuan tersebut tercermin pada kompetensi guru. Berkualitas
tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas dan inovasi yang
dimiliki guru. Gunawan (1996) mengemukakan bahwa Guru merupakan perencana,
pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik
merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Guru sebagai
pekerja harus berkemampuan yang meliputi penguasaan materi pelajaran,
penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara
menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu
guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Hal ini
sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban
(1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik
lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Harapan dalam Undang-Undang tersebut menunjukkan adanya
perubahan paradigma pola mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber
informasi bagi siswa dan selalu mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju
paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun
siswa dengan siswa dalam kelas. Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu
meningkatkan kemampuannya terutama memberikan keteladanan, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Profesi Guru?
2.
Bagaimana Pendidikan Profesi Guru di Masyarakat?
3.
Bagaimana Hubungan Guru dengan Masyarakat?
4.
Bagaimana Syarat-syarat Profesi Guru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profesi Guru
Menurut Dedi Supriyadi (1999)
menyatakan bahwa guru sebagai suatu profesi di Indonedia baru dalam taraf
sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai
pada yang telah dicapai oleh profesi-profesi lainnya, sehingga guru dikatakan
sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi profesional.
Pekerjaan profesional berbeda
dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan
keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya dengan kata lain pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang khususnya dipersiapkan untuk itu.
Pengembangan profesional guru
harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna
meningkatkan mutu pendidikan. Perkembangan profesional adalah proses dimana
guru dan kepala sekolah belajar, meningkatkan dan menggunakan pengetahuan,
keterampilan dan nilai secara tepat.
Profesi guru memiliki tugas
melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan
layanan yang optimal dalam bidang pendidikan kepada msyarakat. Secara khusus
guru di tuntut untuk memberikan layanan professional kepada peserta didik agar
tujuan pembelajaran tercapai. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah
orang yang memeiliki kemamapuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal.
Ornstein dsn
Levine, 1984 (dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999) menyatakan bahwa profesi
itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini sebagai
berikut :
a. Melayani masyarakat, merupakan karier yang
akan dilaksanakan sepanjang hayat ( tidak berganti-ganti pekerjaan )
b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan
tertentu diluar jangkauan khalayak ramai ( tidak setiap orang dapat melakukan )
c. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari
teori ke praktek ( teori baru di kembangkan dari hasil penelitian )
d. Memerlukan pelatihan khusus
dengan waktu yang panjang
e. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau
mempunyai persyaratan masuk ( untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin
tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya
).
f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang
lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang lain)
g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan
yang diabil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubung dengan layanan yang
diberikan ( langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan, tidak
dipindahkan ke atasan atau instansi yang lain lebih tinggi ). Mempunyai
sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
i.
Menggunakan
administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi
dalam jabatan ( misalnya dokter memakai tenaga adminstrasi untuk mendata klien,
sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri )
j.
Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k. Mempunyai asosiasi profesi atau kelompok
‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya ( keberhasilan
tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
l.
Mempunyai
kode etik untuk mejelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang
berubungan dengan layanan yang diberikan.
m. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggin dari
publik dan kepercayaan diri sendiri anggotanya ( anggota masyarakat selalu
meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n. Mempunyai status sosial dan
ekonomi yang tinggi ( bila dibandingkan dengan jabatan lain ).
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri
di atas, Sanusi et al (1991), mengutarakan ciri-ciri umum suatu profesi itu
sebagai berikut:
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan
signifikansi sosisal yang menentukan (crusial).
b. Jabatan yang menuntut
keterampilan/keahlian tertentu.
c. Keterampilan / keahlian yang
dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori
dan metode ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada
batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistimatik, eksplisit, yang bukan hanya
sekedar pendapat khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan
pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk
jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu
sendiri.
g. Dalam memberikan layanan
kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang
dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Tiap anggota profesi
mempunyai kebebasan dan memberikan judgement terhadap permasalahan profesi
yang di hadapinya.
i.
Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari
campur tanggan orang lain,
j.
Jabatan
ini menpunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat,dan oleh karenanya
memperoleh imbalan yang tinggi pula. (Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999).
Khusus untuk jabatan guru,sebenarnya juga
sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya Nasional Education
Asociation ( NEA ) ( 1948 ) menyarankan kriteria berikut.
a. Jabatan yang melibatkan
kegiatan itelektual.
b. Jabatan yang menggeluti
suetu batang tubuh ilmu yang khusus.
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional
yang lama ( bandingakan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka ).
d. Jabatan yang memerlukan
“latihan dalam jabatan “ yang bersinambungan.
e. Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan
keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan yang menentukan baku
( standarnya ) sedndiri.
g. Jabatan yang mementingkan
layanan diatas keuntungan pribadi.
h. Jabatan yang mempunyai
organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
baik agar dapat meningkatkan mutu pendidikan maka guru harus memiliki
kompetensi yang harus dikuasai sebagai suatu jabatan profesional.
Kompetensi guru tersebut meliputi :
- Menguasai bahan ajar.
- Menguasai landasan-landasan kependidikan.
- Mampu mengelola program belajar mengajar.
- Mampu mengelola kelas.
- Mampu menggunakan media/sumber belajar.
- Mampu menilaik prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran.
- Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
- Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.
Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengejaran.
B. Syarat-syarat Profesi Guru
Suatu pekerjaan
dapat menjadi profesi harus memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang
melekat dalam pribadinya sebagai tuntutan melaksanakan profesi tersebut.
Menurut Dr. Wirawan, Sp.A (dalam Dirjenbagais Depag RI, 2003) menyatakan
persyaratan profesi antara lain :
ΓΌ Pekerjaan Penuh
Suatu profesi merupakan pekerjan
penuh dalam pengertian pekerjaan yang diperlukan oleh masyarakat atau
perorangan. Tanpa pekerjaan tersebut masyarakat akan menghadapi kesulitan.
Profesi merupakan pekerjaan yang mencakup tugas, fungsi, kebutuhan, aspek atau
bidang tertentu dari anggota masyarakat secara keseluruhan. Profesi guru
mencakup khusus aspek pendidikan dan pengajaran di sekolah.
ΓΌ Ilmu pengetahuan
Untuk
melaksanakan suatu profesi diperlukan ilmu pengetahuan. Tanpa menggunakan ilmu
tersebut profesi tidak dapat dilaksanakan.
Ilmu pengetahuan
yang diperlukan untuk melaksanakan profesi terdiri dari cabang ilmu utama dan
cabang ilmu pembantu. Cabang ilmu utama adalah cabang ilmu yang menentukan
esensi suatu profesi. Contohnya profesi guru cabang ilmu utamanya adalah ilmu
pendidikan dan cabang ilmu pembantunya masalah psikologi.
Salah satu
persyaratan ilmu pengetahuan adalah adanya teori, bukan hanya kumpulan pengetahuan
dan pengalaman. Fungsi dari suatu teori adalah untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Dengan mempergunakan teopri ilmu pengetahuan, profesional dapat menjelaskan
apanyang dihadapinya dan apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi.
Teori ilmu pengetahuan juga mengarahkan profesional dalam mengambil
langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan profesi.
ΓΌ Aplikasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada dasarnya
mempunyai dua aspek yaitu aspek teori dan aspek aplikasi. Aspek aplikasi ilmu
pengetahuan adalah penerapan teori-teori ilmu pengetahuan untuk membuat
sesuatu, mengerjakan sesuatu atau memecahkan sesuatu yang diperlukan. Profesi merupakan penerapan
ilmu pengetahuan untuk mengerjakan, menyelesaikan atau membuat sesuatu.
Kaitan dengan
profesi, guru tidak hanya ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh guru tetapi
juga pola penerapan ilmu pengetahuan tersebut sehingga guru dituntut untuk
mengusai keterampilan mengajar.
ΓΌ Lembaga pendidikan
Profesi
Ilmu pengetahuan yang diperlukan
oleh guru untuk melaksanakan profesinya harus dipelajari dari lembaga
pendidikan tinggi yang khusus mengajarkan, menerapkan dan meneliti serta
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu
keguruan. Sehingga peran lembaga pendidikan tinggi sebagai pencetak sumber
daya manusia harus betul-betul memberikan pemahaman dan pengetahuan yang mantap
pada calon pendidik.
ΓΌ Prilaku profesi
Perilaku profesional yaitu
perilaku yang memenuhi persyaratan tertentu, bukan perilaku pribadi yang
dipengaruhi oleh sifat-sifat atau kebiasaan pribadi. Prilaku profesional
merupakan perilaku yang harus dilaksanakan oleh profesional ketika melakukan
profesinya.
Menurut Benard Barber (1985)
(dalam Depag RI, 2003), perilaku profesional harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1)
Mengacu
kepada ilmu pengetahuan
2)
Berorientasi kepada insterest masyarakat (klien) buka interest pribadi.
3)
Pengendalian prilaku diri sendiri dengan mepergunakan kode etik.
4)
Imbalan atau kompensasi uang atau kehormatan merupakan simbol prestasi
kerja bukan tujuan dari profesi.
5)
Salah satu aspek dari perilaku profesional adalah otonomi atau kemandirian
dalam melaksanakan profesinya.
ΓΌ Standar profesi
Standar profesi adalah prosedur
dan norma-norma serta prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman agar
keluaran (out put) kuantitas dan kualitas pelaksanaan profesi tinggi sehingga
kebutuhan orang dan masyarakat ketika diperlukan dapat dipenuhi.
Dibeberapa negara telah
memperkenalkan “Standar Profesional untuk guru dan Kepala sekolah”, misalnya di
USA dimana National Board of Professional teacher Standards telah
mengembangkan standar dan prosedur penilaian berdasarkan pada 5 (lima) prinsip
dasar (Depdiknas, 2005) yaitu :
1)
Guru
bertanggung jawab (committed to) terhadap siswa dan belajarnya.
2)
Guru
mengetahui materi ajar yang mereka ajarkan dan bagaimana mengajar materi
tersebut kepada siswa.
3)
Guru
bertanggung jawab untuk mengelola dan memonitor belajar siswa.
4)
Guru
berfikir secara sistematik tentang apa-apa yang mereka kerjakan dan pelajari
dari pengalaman.
5)
Guru adalah anggota dari masyarakat belajar
Standar di atas
menunjukkan bahwa profesi guru merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan
dan keterampilan yang memadai seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebab guru akan selalu berhadap dengan siswa yang memiliki
karakteritik dan pengetahuan yang berbeda-beda maka untuk membimbing peserta
didik untuk berkembang dan mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang
secara tepat berubah sebagai ciri dari masyarat abad 21 sehingga tuntutan ini
mengharuskan guru untuk memenuhi standar penilaian yang ditetapkan.
ΓΌ Kode etik profesi
Suatu profesi dilaksanakan oleh
profesional dengan mempergunakan perilaku yang memenuhi norma-norma etik
profesi. Kode etik adalah kumpulan norma-norma yang merupakan pedoman prilaku
profesional dalam melaksanakan profesi.Kode etik guru adalah suatu norma atau
aturan tata susila yang mengatur tingkah laku guru, dan oleh karena itu
haruslah ditatati oleh guru dengan tujaun antara lain :
1)
Agar
guru-guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.
2)
Agar
guru-guru dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya, apakah sudah sesuai
dengan profesi pendidik yang disandangnya ataukah belum.
3)
Agar
guru-guru dapat menjaga (mengambil langkah prefentif), jangan sampai tingkah
lakunya dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang profesional yang bertugas
utama sebagai pendidik.
4)
Agar guru
selekasnya dapat kembali (mengambil langkah kuratif), jika ternyata apa yang
mereka lakukan selama ini bertentangan atau tidak sesuai dengan norma-norma
yang telah dirumuskan dan disepakati sebagai kode etik guru.
5)
Agar
segala tingkah laku guru, senantiasa selaras atau paling tidak, tidak
bertentangan dengan profesi yang disandangnya, ialah sebagai seorang pendidik.
Lebih lanjut dapat diteladani oleh anak didiknya dan oleh masyarakat umum.
Kode etik guru ditetapkan dalam
suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI
se Indonesia dalam kongres k XIII di Jakarta tahun 1973, yang kemudian
disempurnakan dalam kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta yang
berbunyi sebagai berikut :
1)
Guru
berbakti membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila.
2)
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3)
Guru berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4)
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar-mengajar.
5)
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
6)
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
7)
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8)
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9)
Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Selain kode etik guru Indonesia,
sebagai pernyataan kebulatan tekad guru Indonesia, maka pada kongres PGRI XVI
yang diselenggarakan tanggal, 3 sampai dengan 8 Juli 1989 di Jakarta telah
ditetapkan adanya Ikrar Guru Indonesia dengan rumusan sebagai berikut :
IKRAR GURU INDONESIA
1) Kami Guru Indonesia, adalah
insan pendidik bangsa yang beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Kami Guru Indonesia, adalah
pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,
pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada Undang-undang Dasar 1945.
3) Kami Guru Indonesia,
bertekad bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Kami Guru Indonesia, bersatu
dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina
persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai
pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdiannya terhadap bangsa, negara, dan
kemanusiaan.
C. Pendidik Profesi Guru Di Masyarakat
Dalam
pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika
hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai
tinggi, naik kelas dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kom-petensi
guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi.
Bagi
masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif dan inovatif merupakan
salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli
berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang)
muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik
dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru.
Salah
satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa
Jepang menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan
pembangunan. She no on wa yama yori mo takai, umi yori mo fukai, yang artinya
jasa guru lebih tinggi dari gunung yang lebih tinggi, lebih dalam dari laut
yang dalam, merupakan ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru.
Guru
pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik 1)
memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan; 2)
memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan
sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu; dan 3) memiliki perencanaan
yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektif untuk membangun humanware (SDM)
yang unggul, bermartabat dan memiliki daya saing. Keunggulan mereka adalah
terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk.
Mereka
secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa
ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang lebih baik dan
akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam
materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.
Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih langka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata.
Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih langka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata.
Ini
disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang
baik, tidak tepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran
yang tidak sesuai dengan keahliannya (mismatch). Semuanya terjadi karena
kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu
melihat konsep dirinya (self consept), ide dirinya (self idea), dan realita
dirinya (self reality). Tipe guru seperti ini mustahil dapat menciptakan
suasana kegiatan Pembelajaran Aktif.
Guru
di negara maju pada umumnya memiliki paradigma jika mutu, komitmen dan tanggung
jawab terhadap profesi sebagai guru tinggi, pasti penghargaan oleh masyarakat
dan perhatian pemerintah terhadap profesi guru dari aspek kesejahteraan tinggi.
Hal ini memang terbukti. Pemerintah pada sejumlah negara maju, misalnya Jepang
dan Amerika Serikat memberi gaji yang tinggi terhadap profesi guru. Perubahan
yang inovatif, baik dalam bentuk ide dan karya nyata berwujud benda sebagiannya
merupakan hasil pemikiran cemerlang guru. Di negara maju cukup banyak ide guru
diadopsi, diadaptasi menjadi inspirasi kemajuan perusahaan dan industri besar.
Namun,
hal ini sangat bertolak belakang dengan keberadaan profesi guru di negara kita.
Paradigma tentang guru yang berkembang di tengah masyarakat bahkan oleh
sebagian guru itu sendiri bahwa yang lebih dahulu harus ditinggkatkan adalah
gaji guru. Jika gaji guru tinggi dipahami bahwa secara otomatis mutu, komitmen
dan tanggung jawab guru juga akan tinggi. Tuntutan yang sudah lama menggaung ini
sulit dipenuhi oleh pemerintah dengan alasan klasik bahwa keuangan negara
sangat terbatas. Konsep berpikir seperti ini telah melemahkan posisi bargaining
guru. Akibatnya, guru selalu setia menjadi pelaksana pembaruan yang datang dari
pusat kekuasaan, dalam arti kata guru selalu menjadi korban dari political will
pemerintah yang tidak berpihak pada nasib guru. Akan tetapi, kesadaran guru
menjadi korban kadangkala terlambat muncul bahkan tidak disadari oleh guru,
karena sebagian “rasa korban” itu adalah kenikmatan.
Guru
merupakan profesi yang berdedikasi di hati dan pikiran murid. Guru yang
benar-benar menghayati profesinya, ia bekerja bukan karena pemasu-kannya, tapi
karena pengeluarannya, yaitu setiap hari ia berupaya mengenali, memahami dan
mendidik anak dalam perbedaan dengan motivasi baru, ide baru dan cara pandang
baru hingga anak bertumbuhkembang secara sehat, dewasa dalam berpikir dan
sukses dalam perjalanan hidupnya.
Dalam
banyak hal guru adalah orang dewasa. Kehadirannya entah berada di belakang, di
tengah, atau di depan murid bukan untuk mendapatkan pengakuan dan atau
penghargaan, tetapi memberi pencerahan, pengharapan dan kehidupan kepada murid
agar berkualitas sebagai syarat untuk mencapai keunggulan dikemudian hari.
Penyakit masyarakat yang telah masuk ke sekolah seperti kemiskinan, narkoba, perkelahian antarpelajar dan kehamilan sebagiannya telah diper-cayakan oleh masyarakat kepada guru sebagai sumber pemecahan masalah. Anak yang sadar, insaf dan sukses akan mengingat semua yang baik dilakukan oleh guru dan akan mengenang sebagai pengalaman berharga dan indah dalam seluruh hidupnya. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun bagi murid yang telah “selamat” tersebut untuk kembali dan berterima kasih. Saat mereka datang melakukannya, itu merupakan hadiah yang terindah bagi guru.
Penyakit masyarakat yang telah masuk ke sekolah seperti kemiskinan, narkoba, perkelahian antarpelajar dan kehamilan sebagiannya telah diper-cayakan oleh masyarakat kepada guru sebagai sumber pemecahan masalah. Anak yang sadar, insaf dan sukses akan mengingat semua yang baik dilakukan oleh guru dan akan mengenang sebagai pengalaman berharga dan indah dalam seluruh hidupnya. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun bagi murid yang telah “selamat” tersebut untuk kembali dan berterima kasih. Saat mereka datang melakukannya, itu merupakan hadiah yang terindah bagi guru.
Profesi
guru bukan hanya sekedar pekerjaan tapi kehidupan. Sentuhan manusiawi guru
telah membuat hidup begitu banyak anak menjadi hidup yang kemudian sukses dalam
pekerjaan, karir, prestasi olah raga dan seni, bidang usaha, dan sebagainya.
Sehingga dapat dikatakan tanpa guru tak ada profesi lain. Dokter, insinyur,
negarawan, teknokrat, astronot bukan produk tek-nologi modern, tapi merupakan
hasil sentuhan manusiawi seorang guru.
Kompetensi
dan kompensasi (kesejahteraan) bagaikan dua sisi mata uang yang memiliki nilai
sama pentingnya untuk mengangkat citra dan profesi guru. Namun, yang lebih
penting di antara keduanya adalah profesi. Jika seseorang memilih profesi guru
karena uang, maka ia berada di bidang yang salah. Mutu, komitmen dan tanggung
jawab harus diutamakan untuk meng-hasilkan uang atau gaji yang tinggi. Pola
pikir seperti ini di negara maju terbukti berhasil sehingga membuat mereka
memiliki keunggulan komparatif (compa-rative advantage). Sedangkan yang
sebaliknya, yaitu uang atau gaji yang tinggi menjadi prioritas dengan harapan
mutu, komitmen dan tanggung jawab akan meningkat sampai saat ini belum terbukti
efektif
Guru
yang dianggap memilki kompetensi berharga di era yang sangat kompetitif ini
bukan guru yang hanya menguasai satu spesialisasi disiplin ilmu, melainkan
generalis (all rounder) yang mampu menangani masalah dengan bantuan beberapa
disiplin ilmu yang harus dikuasainya. Dengan kata lain, di zaman yang
mengutamakan kualitas ini, keunggulan hanya bisa diraih dan dinikmati oleh guru
yang bertipe pemenang (winners), bukan oleh guru pengeluh (whiners)) dan guru
pemalas (wieners).
Siapa
lagi yang harus memperbaiki citra dan profesi yang terus terpuruk kalau bukan
dari guru itu sendiri. Masyarakat memiliki harapan yang tinggi agar guru
pengeluh (whiners)) dan guru pemalas (wieners) kembali ke status yang benar
sesuai tuntutan profesi walaupun hanya dengan rasa terima kasih yang sedikit
atas dedikasi dan jasa yang besar bahwa tanpa guru tak ada profesi yang lain.
D. Hubungan Guru dengan
Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga sosial
yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lingkungannya, sebaliknya
masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki
kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi mandat untuk
mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di masa depan,
sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Menurut Pidarta (1999) bahwa suatu
sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri dari masyarakat. Sekolah tidak boleh
merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup terhadap masyarakat sekitar, ia
tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak mau tahu akan
aspirasi–aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah itu berdiri di
daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putra
mereka. Sekolah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya
termasuk masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas ia tidak
dapat mengisolasi diri sebab bila hal ini ia lakukan berarti ia menuju ke
ambang kematian.
Hubungan sekolah dengan masyarakat
merupakan bentuk hubungan komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas dasar
kesamaan tanggung jawab dan tujuan. Masyarakat merupakan kelompok
individu–individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu
usaha-usaha pendidikan. Dalam masyarakat terdapat lembaga-lembaga
penyelenggaran pendidikan, lembaga keagamaan, kepramukaan, politik, sosial,
olah raga, kesenian yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga
terdapat individu-individu atau pribadi-pribadi yang bersimpati terhadap
pendidikan di sekolah.
Sekolah berada ditengah-tengah
masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai pisau bermata dua. Mata yang
pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai positif yang ada dalam masyarakat,
agar pewarisan nilai-nilai masyarakat berlangsung dengan baik. Mata yang
kedua adalah sebagai lembaga yang mendorong perubahan nilai dan tradisi sesuai
dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan. (Soetjipto dan Rafles
Kosasi, 1999).
Hubungan sekolah dengan masyarakat
adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk
meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan
serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan dan
pengembangan sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sebagai usaha
kooperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah yang
efisien serta saling pengertian antara sekolah, personalia sekolah dengan
masyarakat. Hal ini dipertegas Mulyasa (2003) bahwa Tujuan hubungan sekolah
dengan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu kepentingan sekolah dan
kebutuhan masyarakat.
Tujuan hubungan masyarakat
berdasarkan dimensi kepentingan sekolah antara lain : (1). Memelihara kelangsungan
hidup sekolah, (2). Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, (3). Memperlancar
kegiatan belajar mengajar, (4). Memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat
dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program-program sekolah.
Tujuan hubungan
berdasarkan kebutuhan masyarakat antara lain : (1). Memajukan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, (2). Memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, (3). Menjamin relevansi program sekolah
dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, dan (4). Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat
yang terampil dan makin meningkatkan kemampuannya (Mulyasa, 2003).
Dalam melaksanakan hubungan
sekolah-masyarakat perlu dianut beberapa prinsip sebagai pedoman dan arah bagi
guru dan kepala sekolah, agar mencapai sasaran yang diinginkan. Prinsip-prinsip
hubungan antara lain :
(1). Prinsip Otoritas yaitu bahwa
hubungan sekolah-masyarakat harus dilakukan oleh orang yang mempunyai otoritas,
karena pengetahuan dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan sekolah. (2).
Prinsip kesederhanaan yaitu bahwa program-program hubungan sekolah masyarakat
harus sederhana dan jelas, (3). Prinisp sensitivitas yaitu bahwa dalam
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan masyarakat, sekolah
harus sensitif terhadap kebutuhan serta harapan masyarakat. (4). Prinsip
kejujuran yaitu bahwa apa yang disampaikan kepada msyarakat haruslah sesuatu
apa adanya dan disampaikan secara jujur. (5). Prinsip ketepatan yaitu bahwa apa
yang disampaikan sekolah kepada masyarakat harus tepat, baik dilihat dari segi
isi, waktu, media yang digunakan serta tujuan yang akan dicapai (Soetjipto dan
Rafles Kosasi (1999)
Agar hubungan
dengan masyarakat terjamin baik dan berlangsung kontinu, maka diperlukan
peningkatan profesi guru dalam hal berhubungan dengan masyarakat. Guru
disamping mampu melakukan tugasnya masing-masing di sekolah, mereka juga
diharapkan dapat dan mampu melakukan tugas-tugas hubungan dengan masyarakat.
Mereka bisa mengetahui aktivitas-aktivitas masyarakatnya, paham akan adat
istiadat, mengerti aspirasinya, mampu membawa diri di tengah-tengah masyarakat,
bisa berkomunikasi dengan mereka dan mewujudkan cita-cita mereka. Untuk
mencapai hal itu diperlukan kompetensi dan perilaku dari guru yang cocok dengan
struktur sosial masyarakat setempat, sebab ketika kompetensi dan perilaku guru
tidak cocok dengan struktur sosial dalam masyarakat maka akan terjadi benturan
pemahaman dan salah pengertian terhadap program yang dilaksanakan sekolah dan
berakibat tidak adanya dukungan masyarakat terhadap sekolah, padahal sekolah
dan masyarakat memiliki kepentingan yang sama dan peran yang strategis dalam
mendidik dan menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
Hubungan dengan masyarakat tidak
saja dibina oleh guru tetapi juga dibina oleh personalia lain yang ada
disekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Pidarta (1999) yang mengatakan bahwa
selain guru, anggota staf yang lain seperti para pegawai, para
petugas bimbingan dan konseling, petugas-petugas medis, dan bahkan juga pesuruh
dapat melakukan hubungan dengan masyarakat, sebab mereka ini juga terlibat
dalam pertemuan-pertemuan, pemecahan masalah, dan ketatausahaan hubungan dengan
masyarakat. Namun yang lebih banyak menangani hal itu adalah guru sehingga
guru-gurulah yang paling dituntut untuk memiliki kompetensi dan perilaku
yang cocok dengan struktur sosial.
Kemampuan guru membawa diri
baik di tengah masyarakat dapat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap
guru. Guru harus bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
responsif dan komunikatif terhadap masyarakat, toleran dan menghargai pendapat
mereka. Bila
tidak mampu menampilkan diri dengan baik sangat mungkin masyarakat tidak akan
menghiraukan mereka. Bertalian dengan hal itu Pidarta (1999) menegaskan bahwa keadaan
seperti itu akan menimbukan cap kurang baik terhadap guru. Citra guru di mata
masyarakat menjadi pudar. Oleh karena itu kewajiban sekolah untuk menegakkan
wibawa guru di tengah masyarakat dengan terus menyesuaikan diri sambil ikut
memberikan pencerahan kepada masyarakat.
Hal yang
dilakukan guru dalam mendukung hubungan sekolah dengan masyarakat antara lain:
(1). Membantu sekolah dalam melaksanakan tehnik-tehnik hubungan sekolah dengan
masyarakat. Melalui : (a). Guru hendaknya selalu berpartisipasi
lembaga dan organisasi di masyarakat (b). Guru hendaknya membantu
memecahkan yang timbul dalam masyarakat. (2). Membuat dirinya lebih baik lagi
dalam masyarakat melalui penyesuain diri dengan adat istiadat masyarakat karena
guru adalah tokoh milik masyarakat. Tingkah
laku guru di sekolah dan di masyarakat menjadi panutan masyarakat. Pada posisi
terrsebut guru menjaga perilaku yang prima. Apabila masyarakat mengetahui bahwa
guru-guru sekolah tertentu dapat dijadikan suri teladan di masyarakat, maka
masyarakat akan percaya pada sekolah pada akhirnya masyarakat memberikan
dukungan pada sekolah. (3). Guru harus melaksanakan kode etiknya, karena
kode etik merupakan seperangkat aturan atau pedoman dalam melaksanakan tugas
profesinya.
Penjelasan di
atas menunjukkan betapa penting peran guru dalam hubungan sekolah dengan
masyarakat. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara
sekolah-masyarakat membuka peluang adanya saling koordinasi dan pengawasan
dalam proses belajar mengajar di sekolah dan keterlibatan bersama memajukan
peserta didik. Guru diharapkan selalu berbuat yang terbaik sesuai harapan
masyarakat yaitu terbinanya dan tercapainya mutu pendidikan anak-anak mereka.
Penciptaan
suasana menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan
orang tua murid dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian
kecil waktu yang dipergunakan oleh guru di sekolah dan sebagian besar ada di
masyarakat. Agar pendidikan di luar ini terjalin dengan baik dengan apa yang
dilakukan oleh guru di sekolah diperlukan kerjasama yang baik antara guru,
orang tua dan masyarakat. Kewajiban guru mengadakan kontak hubungan dengan
masyarakat merupakan bagian dan tugas guru dalam mendidik siswa dan
mengembangkan profesinya sebagai guru. Sekolah adalah milik bersama antara
warga sekolah itu sendiri, pemerintah dan masyarakat.
Dengan adanya
perubahan paradigma pendidikan sekarang ini membuka peluang bagi masyarakat
untuk dapat menilai sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya secara baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan dan
evaluasi yang dilakukan masyarakat baik secara perseorangan maupun kelompok
yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung membawa konsekwensi bagi
terciptanya kondisi kerja kearah yang lebih baik karena kelangsungan hidup
sekolah sangat tergantung pula dari keterlibatan masyarakat sebagai unsur
pendukung keberhasilan sekolah maka guru secara langsung terpengaruh dan
berdampak pada kinerja guru sebab ketika guru menunjukkan kinerja yang
tidak baik disuatu sekolah maka masyarakat tidak akan memberikan respon positif
bagi kelangsungan sekolah tersebut. Apalagi guru selalu berada ditengah-tengah
masyarakat segala tindak tanduknya akan selalu dicontoh dan diteladani
dalam masyarakat.
Manfaat hubungan
dengan masyarakat sangat besar bagi peningkatan kinerja guru melalui
peningkatan aktivitas-aktivitas bersama, komunikasi yang kontinu dan proses
saling memberi dan saling menerima serta membuat instrospeksi sekolah dan guru
menjadi giat dan kontinu. Setiap aktivitas guru dapat diketahui oleh masyarakat
sehingga guru akan berupaya menampilkan kinerja yang lebih baik. Hal ini
dipertegas Pidarta (1999) yang menyatakan bahwa bila guru tidak mau belajar dan
tidak mampu menampilkan diri sangat mungkin masyarakat tidak akan menghiraukan
mereka. Keadaan ini
seringkali menimbulkan cap kurang baik terhadap guru. Citra guru di mata
masyarakat menjadi pudar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk memperoleh keberhasilan pendidikan,
keberadaan profesi guru sangat penting untuk diperhatikan dan ditingkatkan
dalam hal ini kinerja guru sebab kinerja guru merupakan kemampuan yang
ditunjukan oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kinerja
guru dapat diamati melalui unsur perilaku yang ditampilkan guru sehubungan
dengan pekerjaan dan prestasi yang dicapai berdasarkan indikator kinerja guru.
Kinerja guru
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pertama faktor
kepribadian dan dedikasi yang tinggi menentukan keberhasilan guru dalam
melaksanakan tugasnya yang tercermin dari sikap dan perbuatannya dalam
membina dan membimbing peserta didik; kedua faktor pengembangan
profesional guru sangat penting karena tugas dan perannya bukan hanya
memberikan informasi ilmu pengetahuan melainkan membentuk sikap dan jiwa yang
mampu bertahan dalam era hiperkompetisi; ketiga faktor kemampuan
mengajar guru merupakan pencerminan penguasaan guru atas kompetensinya; keempat
faktor hubungan dan komunikasi yang terjadi dalam lingkungan kerja memberikan
dukungan bagi kelancaran tugas guru di sekolah; kelima faktor hubungan
dengan masyarakat, peran guru dalam mendukung kegiatan hubungan sekolah dengan
masyarakat dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran
yang ingin direalisasikan sekolah; keenam faktor kedisiplinan, Suatu
pekerjaan akan menuai hasil yang memuaskan semua pihak bila guru mampu mentaati
rambu-rambu yang ditentukan melalui penerapan sikap disiplin dalam menjalankan
tugasnya; ketujuh faktor tingkat kesejahteraan, memberikan insentif yang
pantas sebagai wujud memperbaiki tingkat kesejahteraan guru guna
mencegah guru melakukan kegiatan membolos karena mencari tambahan di luar
untuk memenuhi kebutuhan hidup; dan kedelapan faktor iklim kerja yang
kondusif memberikan harapan bagi guru untuk bekerja lebih
tenang sesuai dengan tujuan sekolah.
Peningkatan mutu
pendidikan tidak hanya melakukan perbaikan pada kualitas guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar tetapi juga perlu dan penting diikuti
dengan penataan manajemen pendidikan yang mengarah pada peningkatan kinerja
guru melalui optimalisai peran sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan pihak
dinas pendidikan setempat untuk memberikan rasa nyaman bagi guru dalam melaksanakan
tugasnya. Selain itu optimalisasi kegiatan penataran harus betul-betul menyetuh
kebutuhan guru agar bermanfaat bagi peningkatan kualitas proses belajar
mengajar dan kualitas hasil belajar siswa sehingga kedepan kegiatan pelatihan
dan semacamnya harus mampu diprogramkan supaya tidak tumpang tindih dan tidak
mengganggu kegiatan belajar mengajar sebagai dampak guru mengikuti kegiatan
tersebut.
B. Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.
Daftar Pustaka
Dedi Supriyadi, 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru.. Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa.
Depdiknas, 2005. Pembinaan Profesionalisme Tenaga pengajar (Pengembangan
Profesionalisme Guru). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya.
Usaha Nasional.
http://ganjar87.wordpress.com/2008/05/19/profesi-guru-di-mata-masyarakat
http://muhlis.files.wordpress.com/2008/05/profesionalisme-kinerja-guru-masa-depan.doc
Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: PT. Bina Rineka Cipta.
Soetjipto, Raflis Kosasi.
1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.