BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila
memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia
di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta
sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari.
Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama
dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor
12 tahun 1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara
intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang
Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui
oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan
menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan latar belakang dari
permasalahan sebagai berikut:
1. Pengertian dari filsafat?
2. Bagaimana Rumusan
Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem?
3. Bagaimana Pancasila Sebagai Nilai
Dasar Fundamental?
4. Bagaimana
Intisari Sila-sila Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani
“alphilein” artinya “cinta” dan “shopos” artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan”
atau “wisdom” (Nasution, 1973).
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama : Filsafat sebagai
produk yang mencakup pengertian:
1. Filsafat
sebagai jenis pengetahuan ilmu, konsep pemikiran-pemikiran daripada filsafat
pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat
tertentu. Misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain
sebagainya.
2. Filsafat
sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang tinggi dari
persoalan yang bersumber pada akal sehat.
Kedua : Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam
hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam
proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan cara dan metode tertentu
yang sesuai dengan objeknya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu
sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak
lagi hanya merupakan suatu kumpulan dogma yang hanya diyakini, ditekuni dan
dipahami sebagai suatu nilai tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas
berfilsafat suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu metode
tersendiri.
Adapun cabang-cabang filsafat yang
pokok adalah, sebagai berikut:
1.
Metafisika, membahas tentang hal-hal yang
bereksistensi dibalik fisis, yang meliputi bidang-bidang, antologi, kosmologi,
dan antropologi.
2.
Epistemologi, membahas tentang hakikat
pengetahuan.
3.
Metodologi, membahas tentang hakikat metode
dalam ilmu pengetahuan.
4.
Logika, membahas tentang filsafat berfikir,
yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang benar.
5.
Etika, membahas tentang moralitas, dan tingkah
laku manusia.
6.
Estetika, membahas tentang hakikat keindahan.
B. Rumusan Sila-sila Pancasila Sebagai
Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yaitu
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Suatu kesatuan bagian-bagian.
2)
Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi
sendiri-sendiri.
3)
Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4)
Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
5)
Terjadi dalam suatu lingkungan yag kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila
setiap sila pada hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi
sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.
1. Susunan sila-sila pancasila yang bersifat
organis.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan Dasar
Filsafat negara berdasarkan lima sila yang masing-masing merupakan suatu azas
kehidupan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada
hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar antologis manusia
sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia
“monopluralis” yang memiliki unsur-unsur, susunan kodrat jasmani dan rohani,
“sifat kodrat” individu-makhluk sosial, dan “kedudukan kodrat” sebagai pribadi
berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Dasar epistemologi sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan
suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga
unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu: 1) Logos
yaitu rasionalitas atau penalaran, 2) Pathos yaitu penghayatan, dan 3) Ethos
yaitu kesusilaan. Dasar epitemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai ideologi bersumber pada
nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Oleh karena itu dasar
epistemologi tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat
manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila maka dengan
demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi , yaitu bangunan
epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia.
3. Dasar aksiologis sila-sila Pancasila
Sila-sila
sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal
ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam
menentukan tentang pengertian nilai dan hirarkinya. Misalnya kalangan
materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material,
kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan.
Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada
kedua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan
dengan subjek pemberian nilai yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektif namun
juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya
sendiri memang bernilai, ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
4. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem.
Isi arti
sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila yang
umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat
umum kolektif serta realisasi pengalaman Pancasila yang bersifat khusus dan
konkrit. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan lingkungan
merupakan cita-cita harapan dan dambaan bangssa Indonesia yang akan
diwujudkannya. Sejak dahulu cita-cita tersebut telah didambakan oleh bangssa
Indonesia agar terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah rifah loh junawi,
tentram karta raharja. Dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap
tingkah laku dan perbuatan setiap manusia.
C. Pancasila Sebagai Nilai Dasar
Fundamental
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
pada hakekatnya merupakan suatu
nilai-nilai yang bersifat sistematis fundamental dan menyeluruh.
Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila dijelaskan sebagai
berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia,
mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan kemasyarakatan
dan kebangsaan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Pemirkiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu
pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau
organisasi kemsyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society).
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai Pancasila adalah bersifat
objektif dan juga subjektif. Artinya asensi nilai-nilai Pancasila adalah
bersifat universal yaitu keutuhan, kemanusiaan persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Sehingga kemungkinan dapat diterapkan pada negara lain walaupun barang
kali namanya bukan Pancasila. Artinya jika suatu negara menggunakan prinsip
filosofi bahwa negara ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
berkeadilan, maka negara tersebut pada hakekatnya menggunakan dasar filsafat
dari sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Rumusan dari sila-sila Pancasila.
2.
Inti nilai-nilai Pancasila.
3.
Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa beradaan
nilai-nilai Pancasila itu tergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia.
Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
ü
Nilai-nilai Pancasila timbul dari Bangsa
Indonesia.
ü
Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat
(pandangan hidup) bangsa Indonesia.
ü
Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung
ketujuh nilai kerohanian.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Fundamental.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia merupakan
suatu sumber dari segala hukum dalam negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai
pokok kaidah negara yang fundamental.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
epersatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini
merupakan sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara merupakan hendak mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara
berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara.
Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai
penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunjukkan
bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan di tangan
rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas ketuhanan
yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini
mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua
agama dalam pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama
dan kedua.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
sebagai tujuan manusia serta sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
itu, segala yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
politik negara, pemerintahan negara, hukum, dan peraturan perundang-undangan
negara, kebebasan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan
yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan Yang adil dan Beradap
Sila kemanusiaan yang adil dan beradap
secara sistematis didasari dan dijiwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan
sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan
kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis
antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan
raga, sifat kodrat individu makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi
berdiri sendiri dan berbagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradap
terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
beradap. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakekat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini
mengandung suatu pengertian bahwa hakekat manusia harus adil dalam hubungan
diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat, bangsa dan
negara, adil terhadap lingkungan serta adil terhadap Tuhan yang Maha Esa.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila
persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya, karena
seluruh sila merupakan satu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila persatuan
Indonesia didasari dan diawali oleh sila ketuhanan yang Maha Esa dan kemanusia
yang adil dan beradab sert5a didasari dan dijiwai sila kerakyatan yang dipimpin
oleh Himat dan Kebijaksanaan dalam permusyawarata/perwakilan, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam persatuan Indonesia terkandung
nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualitas
yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Konsekuensinya negara adalah
beraneka ragam tetapi satu, meningkatkan diri dalam satu persatuan yang
dilukiskan dalam suatu Bhinneka Tunggal Ika perbedaan bukannya untuk
dirincingkan menjadi konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu
sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersma untuk
mewujudkan tujuan bersama. Nilai
persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuahanan yang Maha Esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
4.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, serta persatuan Indonesia, dan mendasari serta menjiwai
sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai filosofis yang terkandung
didalamnya adalah bahwa hakekat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sehingga dalam dalam sila
kerakyatan terkandung nilai demokratis yang secara mutlak harus dilaksanakan
dalam hidup negara, maka nilai demokrasi yang terkandung dalam sila keempat
adalah;
(1)
Adanya kebebasan yang harus disertai dengan
tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap
Tuhan yang Maha Esa.
(2)
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
(3)
Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan
dalam hidup bersama.
(4)
Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras,
suku, agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia.
(5)
Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada
setiap individu, kelompok, ras, suku, maupun agama.
(6)
Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan
yang beradab.
(7)
Menjunjung tinggi atas musyawarah, sebagai moral
kemanusiaan yang beradab.
(8)
Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam
kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila
keadilan sosial dan seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh keempat
sila yang di atas. Maka dalam sila kelima terkandung nilai keadilan yang harus
terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial) yaitu keadilan dalam
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia
dengan masyarakat, banga dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensinya nilai-nilai keadilan
yang haru terwujud dalam hidup bersama adalah meliputi;
1.
Keadilan distributif,
2.
Keadilan legal (keadilan bertaat),
3.
Keadilan komutatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat adalah berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat
adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama
antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti
sila, nilai dan landasan yang mendasar.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang
atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Ø
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1.
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila
dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2.
Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan
utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
·
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan
5;
·
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan
mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
·
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan
mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
·
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan
mendasari dan menjiwai sila 5;
·
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Ø Inti sila-sila Pancasila meliputi:
§
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
§
Manusia, yaitu makhluk individu dan
makhluk sosial.
§
Satu, yaitu kesatuan memiliki
kepribadian sendiri.
§
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus
bekerja sama dan gotong Royong.
§
Adil, yaitu memberi keadilan kepada
diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
B. Saran-saran
Demikian yang dapat penulis paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, Tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid
Darmadi, (2010), Pendidikan Pancasila, Konsep Dasar dan Implementasi, Alfabeta;
Bandung. 144-163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar