Jumat, 29 Maret 2013

Penelitian Upacara Gunting Rambut


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
          Kegiatan upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Pontianak sesuai dengan kondisi dimana upacara adat itu dilaksanakan, seperti halnya upacara-upacara yang berkaitan dengan suatu peristiwa adat. Ritual kepercayaan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan lingkungan salah satunya adalah upacara penyelangraan memotong rambut (cukur rambut) dengan tujuan untuk membuang rambut yang dibawa sejak anak di lahirkan. Selain itu maksud lainnya adalah untuk membuang sial yang terdapat pada ujung-ujung rambut yang dibawa sejak lahir.
          Bagi masyarakat suku Melayu Kabupaten Pontianak, gunting rambut adalah salah satu unsur budaya yang masih tetap dilaksanakan dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat sakral dan bermakna wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan bagi keluarga khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
          Upacara gunting rambut atau disebut juga potong jambul diselenggarakan apabila di dalam suatu keluarga mendapatkan anak bagi yang telah menginjak usia sekitar 40 hari sampai 1 tahun dan hal ini telah menjadi suatu upacara tradisi masyarakat secara umum.

B. Rumusan Masalah
a.    Bagaimana maksud dan tujuan upacara gunting rambut!
b.    Bagaimana waktu penyelenggaraan upacara!
c.    Dimana tempat penyelenggaraan upacara!
d.   Bagaimana persiapan dan perlengakapan upacara!
e.    Bagaimana jalannya upacara menurut tahapannya!

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sejarah adalah untuk memahami masa lalu, dan mencoba memahami masa kini atas dasar persitiwa atau perkembangan di masa lampau. Bahwa penelitian sejarah  untuk memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaiman dan mengapa suatu kejadian masa lalu dapat terjadi serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini, pada akhirnya, diharapkan meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperolehnya dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan di masa kini.
Para peneliti pendidikan sejarah melakukan penelitian sejarah dengan tujuan untuk:
1) Membuat orang menyadari apa yang terjadi pada masa lalu sehingga mereka mungkin mempelajari dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau;
2) Mempelajari bagaiman sesuatu telah dilakukan pada masa lalu, untuk melihat jika mereka dapat mengaplikasikan maslahnya pada masa sekarang;
3) Membantu memprediksi sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang;
4) Memahami praktik dan politik pendidikan sekarang secara lebih lengkap.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian sejarah juga dapat digunakan untuk membantu berfikir kembali pada keadaan masa lampau, karena:
1.  Ilmu pengetahuan secara praktis dapat lebih baik dimengerti melalui belajar dari pengalaman masyarakat yang lalu.
2.  Pola pikir, strategi, dan tindakan masyarakat sekarang masih banyak yang menggunakan peristiwa masa lampau baik secara total ditiru, dan atau sebagian dimodifikasi untuk memecahkan permasalahan yang dialami.
3.  Masalah tertentu dalam dunia pendidikan masih mempunyai relevansi dan hidup pada masa sekarang. Masalah didunia pendidikan misalnya: system penilaian hasil belajar, perubahan kurikulum, pengelolaan sekolah model sentralisasi dan desentralisasi, masih relevan dibahas, walaupun sudah berpuluh-puluh tahun kejadian tersebut muncul dan saat ini telah terjadi perubahan pola piker dan tuntutan di masyarakat.
          Penelitian sejarah akan memperoleh manfaat maksimal, apabila digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian yang diajukan peneliti dan merekonsteruksi kembali peristiwa dan kehidupan masa lampau dengan tepat dan objektif, melalui usaha peneliti untuk merelokasi, mengevaluasi, dan menginterpretasi data di mana kita dapat.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1.Sejarah sebagai cerita
          Berbicara tentang sejarah, biasanya akan segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu cerita tentang pengalaman-pengalaman manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya sejarah pada hakekatnya adalah sebuah cerita kiranya tidak bisa disangkal lagi. Ucapan teoritikus-teoritikus sejarah seperti Renier: “nothing but a story”; Trevelyan: “the historian’s first duty is to tell the story”; Huizinga: “the story of something that has happened”, semuanya mencerminkan gagasan bahwa sejarah itu hakekatnya adalah tidak lain sebagai suatu bentuk cerita.
Kendati begitu, hal yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah sembarang cerita.
          Cerita sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun novel. Ia adalah cerita yang didasarkan pada fakta-fakta dan disusun dengan metode yang khusus yang bermula dari pencarian dan penemuan jejak-jejak sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut dengan metode kritik yang ketat (kritik sejarah) dan diteruskan dengan interpretasi fakta-fakta untuk akhirnya disusun dengan cara-cara tertentu pula menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa lampau manusia itu.
2.Sejarah sebagai ilmu
          Sejarah dapat digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah. Syarat-syarat keilmuan yang dimaksud adalah:
•Ada objek masalahnya
•Memiliki metode
•Tersusun secara sistematis
•Menggunakan pemikiran yang rasional
•Memiliki kebenaran yang objektif
          Karena sejarah memiliki kesemua syarat keilmuan tersebut, termasuk memiliki metode sendiri dalam memecahkan masalah, maka tidak ragu lagi akan unsur-unsur keilmuan dari sejarah. Pendapat ahli sejarah Bury bahwa “history is a science, no less and no more” kiranya memberikan penegasan akan hal itu. Meski demikian dalam kenyataannya banyak pihak yang masih menyangsikan keberadaan sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu.
          Dilihat dari cara kerja ilmiah, dua tahapan terakhir dalam metode sejarah yaitu interpretasi dan historiografi masih sering dianggap sebagai titik-titik lemah. Interpretasi misalnya, dimana di dalamnya terdapat unsur menyeleksi fakta sehingga sesuai dengan keseluruhan yang hendak disusun, terkadang unsur subjektivitas penulis atau sejarawan seperti kecenderungan pribadinya (personal bias), prasangka kelompoknya (group prejudice), teori-teori interpretasi historis yang saling bertentangan (conflicting theories of historical interpretation) dan pandangan hidupnya sangat mempengaruhi terhadap proses interpretasi tersebut.
          Semuanya itu bisa membawa sejarawan pada sikap subjektif yang dalam bentuknya yang ekstrim menjurus pada sikap emosional, bahkan mungkin irasional yang kurang bisa dipertanggung jawabkan seperti kecenderungan mengorbankan fakta sejarah atau memanipulasikannya demi suatu teori, pandangan hidup yang dipercayai secara berlebihan atau keberpihakan pada penguasa. Memang sulit untuk menghindar dari subjektivitas, sehingga sejarawan sangat dituntut untuk melakukan penelitian sejarah yang seobjektif mungkin atau setidaknya sebagai suatu ideal. Pokoknya yang penting bagi sejarawan adalah seperti yang pernah dikemukakan G. J. Renier, “we must not cheat”.
3. Beda sejarah dengan fiksi, ilmu sosial dan ilmu agama
a. Kaidah pertama: sejarah itu fakta
          Perbedaan pokok antara sejarah dengan fiksi adalah bahwa sejarah itu menyuguhkan fakta, sedangkan fiksi menyuguhkan khayalan, imajinasi atau fantasi.
b. Kaidah kedua: sejarah itu diakronik, ideografis dan unik
   Sejarah itu diakronik (menekankan proses), sedangkan ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur). Artinya sejarah itu memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu sosial meluas dalam ruang. Sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B. Sejarah berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Contoh: Perkembangan Sarekat Islam di Solo, 1911-1920; Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930; Revolusi Fisik di Indonesia, 1945-1949; Gerakan Zionisme 1897-1948 dan sebagainya.
   Sejarah itu ideografis, artinya melukiskan, menggambarkan, memaparkan, atau menceritakan saja. Ilmu sosial itu nomotetis artinya berusaha mengemukakan hukum-hukum. Misalnya sama-sama menulis tentang revolusi, sejarah dianggap berhasil bila ia dapat melukiskan sebuah revolusi secara menditil hingga hal-hal yang kecil. Sebaliknya ilmu sosial akan menyelidiki revolusi-revolusi dan berusaha mencari hukum-hukum yang umum berlaku dalam semua revolusi.
   Sejarah itu unik sedang ilmu sosial itu generik. Penelitian sejarah akan mencari hal-hal yang unik, khas, hanya berlaku pada sesuatu, di situ (di tempat itu dan Sedang topik-topik ilmu sosial misalnya Sosiologi Revolusi, Masyarakat Desa, Daerah Perkotaan yang hanya menerangkan hukum-hukum umum terjadinya proses tersebut.
c. Kaidah ketiga: sejarah itu empiris
          Inilah antara lain yang membedakan antara sejarah dengan ilmu agama. Sejarah itu empiris, ia berdasarkan pengalaman manusia yang sebenarnya, sedang ilmu agama itu lebih bersifat normatif, mengikuti kaidah-kaidah hukum yang sudah ada, yang tercantum dalam Kitab Suci masing-masing agama, yang dipercaya sebagai yang diwahyukan oleh Tuhan.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
          Dalam penelitian yang berjudul “Upacara Gunting Rambut” ini, peneliti menelaah berbagai literatur yang dapat menunjang penelitian. Pada bab ini, peneliti melakukan tinjauan kepustakaan dari berbagai referensi yang berupa buku dan literatur lainnya.
          Penelitian mengkaji isi literatur sebagai rujukan serta untuk mengidensifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu gambaran umum mengenai “Upacara Gunting Rambut” khususnya yang berhubungan dengan masyarakat Melayu di Wilayah Kalimantan Barat. Peneliti juga dapat memfokuskan permasalahan sehingga dapat terlihat kedudukan/posisi penelitian ini di antara penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan.
          Kajian dalam bab ini memaparkan maksud dan tujuan upacara, waktu penyelenggaraan upacara, tempat penyelenggaraan upacara, persapan dan perlengkapan upacara, jalannya upacara berdasarkan tahapannya, dan makna ritus dan upacara.
          Kegiatan upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Pontianak sesuai dengan kondisi dimana upacara adat itu dilaksanakan, seperti halnya upacara-upacara yang berkaitan dengan suatu peristiwa adat. Ritual kepercayaan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan lingkungan salah satunya adalah upacara penyelangraan memotong rambut (cukur rambut) dengan tujuan untuk membuang rambut yang dibawa sejak anak di lahirkan. Selain itu maksud lainnya adalah untuk membuang sial yang terdapat pada ujung-ujung rambut yang dibawa sejak lahir.
          Bagi masyarakat suku Melayu Kabupaten Pontianak, gunting rambut adalah salah satu unsur budaya yang masih tetap dilaksanakan dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat sakral dan bermakna wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan bagi keluarga khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
          Upacara gunting rambut atau disebut juga potong jambul diselenggarakan apabila di dalam suatu keluarga mendapatkan anak bagi yang telah menginjak usia sekitar 40 hari sampai 1 tahun dan hal ini telah menjadi suatu upacara tradisi masyarakat secara umum.
          Maksud dan tujuan dari upacara gunting rambut adalah sebagai rasa ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, memohon kesejahteraan dan keselamatan bagi anak atau bayi dalam kehidupan dunia dan akhirat. Upacara gunting rambut pada masyarakat Kabupaten Pontianak dilaksanakan di rumah orang tua bayi yang akan digunting.
          Anak yang akan di potong rambunya diberikan pakaian yang bagus umumnya memakai pakaian kuning. Sebelum pemotongan rambut para undangan terlebih dahulu membaca surah Albarzanji atau Marhaban, ketika pembacaan Marhaban dimulai maka pemotongan dilakukan sambil berdiri. Anak yang akan dipotong rambutnya digendong oleh orang tuanya sendiri dan diikuti oleh pembawa perlengkapan barang-barang yang akan dipakai untuk menggunting. Pemotongan dimulai oleh seseorang yang paling tua dan termuka di dalam masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan berkah bagi anak tersebut. Anak yang akan dipotong rambutnya diikat dengan benang dan bunga daun melati yang dibiarkan bergantung pada ujung rambut.
          Pada upacara gunting rambut ada makna yang tersirat terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT.
         















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

          Sesuai dengan metode historis di atas, maka langkah proses dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Heuristik (Menemukan)
          Tahapan pertama yaitu mencari dan mengumpulkan sumber yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Mengumpulkan sumber yang diperlukan dalam penulisan ini merupakan pekerjaan pokok yang dapat dikatakan gampang-gampang susah, sehingga diperlukan kesabaran dari penulis. Heuristic berasal dari bahasa Yunani Heuriskein artinya sama dengan to find yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini, kegiatan diarahkan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan diteliti, baik yang terdapat dilokasi penelitian, temuan benda maupun sumber lisan.

B. Kritik
          Pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan heuristik yang berupa; buku-buku yang relevan dengan pembahasan  yan terkait, maupun hasil temuan dilapangan tentang bukti-bukti dilapangan tentang  pembahasan. Setelah bukti itu atau data itu ditemukan maka dilakukan penyaringan atau penyeleksian dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan orisinalnya terjamin. Tahapan kritik ini tentu saja memiliki tujuan tertentu dalam pelaksanaannya. Salah satu tujuan yang dapat diperoleh dalam tahapan kritik ini adalah otentitas (authenticity). Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya) atau jika itu yang dimaksudkan oleh pengarangnya.
          Kritik sebagai tahapan yang juga sangat penting terbagi dua, yakni intern dan ekstern. Setiap sumber mempunyai aspek intern dan aspek ekstern. Aspek eksternnya bersangkutan dengan apakah sumber itu memang sumber, artinya sumber sejati yang dibutuhkan. Aspek internnya bertalian dengan persoalan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang kita butuhkan. Karena itu, penulisan sumber-sumber sejarah mempunyai dua segi ekstern dan intern.
          Kritik ekstern atau kritik luar dilakukan untuk meneliti keaslian sumber, apakah sumber tersebut valid, asli atau bukan tiruan. Sumber tersebut utuh, dalam arti belum berubah, baik bentuk maupun isinya. Kritik ekstern hanya daapat dilakukan pada sumber yang menjadi bahan rujukan penulis. Disamping itu penulisan ini juga didasarkan pada latar belakang pengarang dan waktu penulisan. Kritik intern atau kritik dalam, dilakukan untuk menyelidiki sumber yang berkaitan dengan sumber masalah penelitian . Tahapan ini menjadi ukuran sejau mana objektifitas penulis dalam mengelaborasi segenap data atau sumber yang telah diperolehnya, dan tentunya mengedepankan prioritas.
          Setelah menetapkan sebau teks autentik,serta referensi pengarang, maka penulis akan menetapkan apakah keaslian itu kredibel dan sejauh mana hal tersebut mempengaruhi objek kajian. Pada tahap ini pula kita dapat keabsahan suatu sumber yang kemudian akan dikomparasikan sumber satu dengan sumber yang lainnya, tentunya dengan masalah yang sama.

C. Interpretasi
          Setelah melalui tahapan kritik sumber, kemudian dilakukan interpretasi atau penafsiran terhadap fakta sejarah yang diperoleh dari arsip, buku-buku yang relevan dengan pembahasan, maupun hasil penelitian langsung dilapangan. Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan integritas penulis untuk menghindari interpretasi yang subjektif terhadap fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, agar ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.

D. Historiografi
            Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dariseluruh rangkaian dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber,serta interpretasi, kemudian dielaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Proses penyusunan fakta-fakta sejarah komunis di Indonesia dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah komunis di Indonesia. Perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya, serta  harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Maksud dan Tujuan
          Maksud dan tujuan dari upacara gunting rambut adalah sebagai rasa ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, memohon kesejahteraan dan keselamatan bagi anak atau bayi dalam kehidupan dunia dan akhirat. Di samping itu juga merupakan sunatul Rasul yang dilaksanakan untuk mendapatkan keridhaan serta keselamatan bagi bayi yang baru lahir dan digunting rambutnya.

B. Waktu Penyelenggaraan Upacara
          Waktu penyelenggaraan upacara adat gunting rambut tidak dibatasi, akan tetapi pada umumnya dilaksanakan oleh orang tua bayi setelah 40 hari sampai 1 tahun dilihat dari kondisikedua orang tua, karena di dalam upacara ini memerlukan biaya yang tidak sedikit dan paling lambat pada tahun kedua setelah bayi lahir.

C. Tempat Penyelenggaraan Upacara
          Upacara gunting rambut pada masyarakat Kabupaten Pontianak dilaksanakan di rumah orang tua bayi yang akan digunting. Namun tidak jarang dilaksanakan ditempat lain seperti di masjid atau tempat yang lebih luas sesuai dengan latar belakang keluarga yang akan melaksanakan upacara. Hal ini disebabkan apabila pada akhir upacara pihak keluarga yang melaksanakan hajatan mengadakan jamuan makn bagi kaum kerabat yang datang.

D.  Persiapan dan Perlengkapan Upacara
          Peralatan pelengkapan atau benda-benda yang digunakan dalam upacara gunting rambut ini antara lain:
1.      Sebuah kelapa muda yang belum berisi.
2.      Beberapa bentuk cincin emas atau suase.
3.      Sebauh gunting.
4.      Lilin kuning atau lilin lebah untuk menilin rambut yang akan digunting.
5.      Bunga tujuh jenis.
6.      Benang tujuh warna.
7.      Beras kuning dan berteh.
8.      Satu mangkok tepung tawar.
9.      Satu ikat dedaunan dari tujuh jenis daun seperti daun ribu-ribu, daun ati-ati, daun anjung, daun sedingin, daun tapak kuda, daun pandan dan daun ruas.
10.  Satu helai selendang pelangi atau serang.
11.  Pokok telur.
12.  Minyak bau.
13.  Dupa.
14.  Tanah Mekah (boleh ada boleh tidak)
          Sebelum upacara dimulai buah kelapa muda diukir dan dibuka bagian atasnya, airnya dibiarkan dalam keadaan utuh. Pada bagian bawah kelapa dipotong mendatar agar  dengan mudah untuk meletakannya di dalam talam. Talam yang berisi kelapa ini diletakan bersama dengan gunting kecil.

E. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya
          Anak yang akan di potong rambunya diberikan pakaian yang bagus umumnya memakai pakaian kuning. Sebelum pemotongan rambut para undangan terlebih dahulu membaca surah Albarzanji atau Marhaban, ketika pembacaan Marhaban dimulai maka pemotongan dilakukan sambil berdiri. Anak yang akan dipotong rambutnya digendong oleh orang tuanya sendiri dan diikuti oleh pembawa perlengkapan barang-barang yang akan dipakai untuk menggunting. Pemotongan dimulai oleh seseorang yang paling tua dan termuka di dalam masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan berkah bagi anak tersebut. Anak yang akan dipotong rambutnya diikat dengan benang dan bunga daun melati yang dibiarkan bergantung pada ujung rambut.
          Potongan rambut dimasukkan kedalam air kelapa muda. Kelapa muda disimpan dibawah masjid atau musallah. Dengan tujuan agar anak tersebut hatinya tetap berada di masjid dan menjadi orang yang baik. Umumnya bagi pemotong rambut sebanyak 7 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Ketika pemotongan rambut yang pertama sudah selesai dan diikuti dengan yang lainnya, kemudian diberikan satu keranjang (dari plastik) berisi telur ayam atau itik direbus 3 biji diberi warna seperti jingga, biru laut diberi kertas rabu-rabu (dipotong kecil-kecil) dan diberi bertangkai dan dibagikan atasnya uang seribu yang dibentuk seperti sebuah kipas. Untuk undangan yang lain yang tidak mendapat tugas memotong rambut juga mendapat cindera mata tanpa ada uang hanya berisi telur dan keranjang plastik.
          Setelah acara pemotongan rambut selesai, anak bayi tersebut diserahkan orang tuanya pada dukun bayi. Kedua orang tua dan para handai tolan berkumpul memohon dan berdoa kepada Allah SWT untuk keselamatan keluarga, anak yang dipotong rambutnya dan para hadirin sekalian. Bagi keluarga terdekat masih dilanjutkan dengan pembacaan doa Rasul untuk melepaskan nazar yang telah diniatkan ketika mendapatkan anak.

F. Makna Ritus dan Upacara
          Pada upacara gunting rambut ada makna yang tersirat terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT. Makna yang terkandung dari beberapa simbol-simbol upacara yang diselenggarakan antara lain:
1.         Lilin kuning atau lilin lebah melambangkan agar anak nantinya mempunyai perangai yang halus dan manis budi bahasanya;
2.         Tujuh macam bunga melambangkan kepada anak agar sampai tujuh keturunan mempunyai keharuman nama;
3.         Benang tujuh warna melambangkan hubungan tali silahturahmi terjalin sampai tujuh keturunan;
4.         Gunting yaitu alat untuk menggunting rambut;
5.         Kelapa gading melambangkan harapan bahwa nantinya anak tersebut dapat memebrikan manfaat dalam kehidupan;
6.         Beras kuning berteh melambangkan permohonan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan kelak jauh dari rintangan dan halangan;
7.         Tepung tawar memohon keselamatan di dalam kejidupan bayi dan terhindar dari segala bahaya;
8.         Daun-daun tujuh macam melambangkan kemakmuran dalam hidup anak, banyak rezeki dan kehidupannya terhindar dari bahaya;
9.         Perhiasan cincin sebagai pengikat hubungan kasih sayang antara anak da orang tua;
10.     Selendang pelangi atau kain serang melambangkan ikatan keturunan yang tidak putus-putusnya;
11.     Pokok telur lambang agar kemudian hidupnya dimurahkan rezeki;
12.     Minyak bau untuk menghindari gangguan dari roh jahat;
13.     Dupa untuk menghindar gangguan dari roh jahat;
14.     Tanah Mekkah bertujuan agar anak kelak dapat ssampai ke Tanah Suci Mekkah.





BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
          Wilayah Kalimantan Barat yang terdiri dari berbagai etnis dan mempunyai diantaranya adalah Suku Melayu yaitu suku yang beragama Islam. Agama yang menjadi suatu ciri khas yang membedakan Melayu dengan saudaranya dari Suku Dayak. Masuknya Islam menyebabkan berpindahnya dari kepercayaan nenek moyang kedalam sebuah keyakinan beragama sehingga dikategorikan bahwa masuk Melayu berarti masuk agama Islam, karena Melayu identik dengan budaya yang memasukan unsur Islam di dalamnya. Seharusnya walaupun berpindah keyakinan namun identitas budaya yang melekat tidak dapat perubahan, akan tetapi pandangan dari luar dan pengakuan dari pribadi masing-masing mengidentifikasikan dirinya menjadi sebuah identitas baru.
          Pada upacara Gunting Rambut juga menggambarkan ajaran yang mengharuskan umat Islam selalu rapi bersih dan harus menjauhi kekotoran fisik maupun hati dan wajib menjauhi segala sifat-sifat yang tercela seperti, iri, dengki, riak, ujub bangga dengan diri sendiri maupun berprasangka buru dengan yang lainnya.
          Pada upacara gunting rambut ada makna yang tersirat terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT. Makna yang terkandung dari beberapa simbol-simbol upacara yang diselenggarakan antara lain:
1.        Lilin kuning atau lilin lebah melambangkan agar anak nantinya mempunyai perangai yang halus dan manis budi bahasanya;
2.        Tujuh macam bunga melambangkan kepada anak agar sampai tujuh keturunan mempunyai keharuman nama;
3.        Benang tujuh warna melambangkan hubungan tali silahturahmi terjalin sampai tujuh keturunan;
4.        Gunting yaitu alat untuk menggunting rambut;
5.        Kelapa gading melambangkan harapan bahwa nantinya anak tersebut dapat memebrikan manfaat dalam kehidupan;
6.        Beras kuning berteh melambangkan permohonan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan kelak jauh dari rintangan dan halangan;
7.        Tepung tawar memohon keselamatan di dalam kejidupan bayi dan terhindar dari segala bahaya;
8.        Daun-daun tujuh macam melambangkan kemakmuran dalam hidup anak, banyak rezeki dan kehidupannya terhindar dari bahaya;
9.        Perhiasan cincin sebagai pengikat hubungan kasih sayang antara anak da orang tua;
10.    Selendang pelangi atau kain serang melambangkan ikatan keturunan yang tidak putus-putusnya;
11.    Pokok telur lambang agar kemudian hidupnya dimurahkan rezeki;
12.    Minyak bau untuk menghindari gangguan dari roh jahat;
13.    Dupa untuk menghindar gangguan dari roh jahat;
14.    Tanah Mekkah bertujuan agar anak kelak dapat ssampai ke Tanah Suci Mekkah.
          Upacara tradisional dalam masyarakat Melayu, terutama pada upacara-upacara yang besar, pada masa kini mengarah pada nilai-nilai yang bersifat rekreatif. Masyarakat dan pemerintah menyelenggarakan upacara tidak terlepas dari faktor ekonomi, dijadikan sebagai sebuah objek wisata daerah, sehingga esensi yang sarat dengan nilai-nilai ritual menjadi sebuah pertunjukkan serimonial. Hal ini jika tidak diantisipasi sejak dini, maka upacara tersebut akan hanya menjadi sebuah objek tontonan yang kurang bermakna.
          Nilai-nilai di dalam upacara tradisional tersebut seharusnya menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga, sebagai upaya untuk saling mengingat. Menasehati dan memberikan nilai-nilai terbaik bagi generasi berikutnya. Bagi generasi muda yang datang tidak hanya melihat pertunjukkan setiap pertandingan yang diselenggarakan, akan tetapi dapat mengambil makna yang terkandung dari setiap upacara yang dilakukan.
          Peranan pemerintah sangat diperlukan dalam melestarikannya, dengan mendokumentasikan dan menginventarisasikan pada setiap upacara adat dalam bentuk adat yang asli. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan kebudayaan Melayu yang sarat dengan nilai-nilai akan hilang dan tidak dipahami oleh generasi muda.

B. Saran
Demikian yang dapat peneliti paparkan mengenai penelitian sampai kan dengan penelitian yang berjudul “Upacara Gunting Rambut”, yang di ambil dari sebuah buku Upacara Adat Suku Melayu Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini.
Peneliti banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada peneliti demi sempurnanya pembahasan ini dan penulisan penelitian di kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga penelitian ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.



         










Daftar Pustaka

http://fadlibae.wordpress.com/2012/01/30/penelitian-sejarah-historical-rsearch/
Salman Batullo M. Natsir, Drs, S.Sos, M. Si. (2007). Upacara Adat Suku Melayu Kabupaten Pontianak Mempawah, Kalimatan Barat.
www.katailmu.com/2010/12/metode-penelitian-sejarah.html














Daftar Gambar

Gambar 1
Pengguntingan Rambut Kelompok Laki-laki
DSC01167.jpg

Gambar 2
Pengguntingan Rambut Kelompok Wanita
DSC01166.jpg
Gambar 3
Penyerahan  Setelah Gunting Rambut
DSC01168.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar