BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kegiatan upacara adat yang dilakukan
oleh masyarakat Kabupaten Pontianak sesuai dengan kondisi dimana upacara adat
itu dilaksanakan, seperti halnya upacara-upacara yang berkaitan dengan suatu
peristiwa adat. Ritual kepercayaan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan lingkungan salah satunya adalah upacara penyelangraan memotong rambut
(cukur rambut) dengan tujuan untuk membuang rambut yang dibawa sejak anak di
lahirkan. Selain itu maksud lainnya adalah untuk membuang sial yang terdapat
pada ujung-ujung rambut yang dibawa sejak lahir.
Bagi masyarakat suku Melayu Kabupaten
Pontianak, gunting rambut adalah salah satu unsur budaya yang masih tetap
dilaksanakan dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung
nilai-nilai dan norma-norma yang sangat sakral dan bermakna wujud rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan bagi keluarga
khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
Upacara gunting rambut atau disebut
juga potong jambul diselenggarakan apabila di dalam suatu keluarga mendapatkan
anak bagi yang telah menginjak usia sekitar 40 hari sampai 1 tahun dan hal ini
telah menjadi suatu upacara tradisi masyarakat secara umum.
B.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
maksud dan tujuan upacara gunting rambut!
b. Bagaimana
waktu penyelenggaraan upacara!
c. Dimana
tempat penyelenggaraan upacara!
d. Bagaimana
persiapan dan perlengakapan upacara!
e. Bagaimana
jalannya upacara menurut tahapannya!
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sejarah adalah
untuk memahami masa lalu, dan mencoba memahami masa kini atas dasar persitiwa
atau perkembangan di masa lampau. Bahwa penelitian sejarah untuk
memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaiman dan mengapa suatu kejadian
masa lalu dapat terjadi serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini,
pada akhirnya, diharapkan meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini
serta memperolehnya dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan
di masa kini.
Para peneliti pendidikan sejarah
melakukan penelitian sejarah dengan tujuan untuk:
1) Membuat orang
menyadari apa yang terjadi pada masa lalu sehingga mereka mungkin mempelajari
dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau;
2) Mempelajari
bagaiman sesuatu telah dilakukan pada masa lalu, untuk melihat jika mereka
dapat mengaplikasikan maslahnya pada masa sekarang;
3) Membantu
memprediksi sesuatu yang akan terjadi pada masa mendatang;
4) Memahami
praktik dan politik pendidikan sekarang secara lebih lengkap.
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian
sejarah juga dapat digunakan untuk membantu berfikir kembali pada keadaan masa
lampau, karena:
1. Ilmu pengetahuan secara praktis dapat lebih
baik dimengerti melalui belajar dari pengalaman masyarakat yang lalu.
2. Pola pikir, strategi, dan tindakan masyarakat
sekarang masih banyak yang menggunakan peristiwa masa lampau baik secara total
ditiru, dan atau sebagian dimodifikasi untuk memecahkan permasalahan yang
dialami.
3. Masalah
tertentu dalam dunia pendidikan masih mempunyai relevansi dan hidup pada masa
sekarang. Masalah didunia pendidikan misalnya: system penilaian hasil belajar,
perubahan kurikulum, pengelolaan sekolah model sentralisasi dan desentralisasi,
masih relevan dibahas, walaupun sudah berpuluh-puluh tahun kejadian tersebut
muncul dan saat ini telah terjadi perubahan pola piker dan tuntutan di
masyarakat.
Penelitian
sejarah akan memperoleh manfaat maksimal, apabila digunakan untuk menjawab
hipotesis penelitian yang diajukan peneliti dan merekonsteruksi kembali
peristiwa dan kehidupan masa lampau dengan tepat dan objektif, melalui usaha
peneliti untuk merelokasi, mengevaluasi, dan menginterpretasi data di mana kita
dapat.
E. Ruang
Lingkup Penelitian
1.Sejarah sebagai cerita
Berbicara
tentang sejarah, biasanya akan segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu
cerita tentang pengalaman-pengalaman manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya
sejarah pada hakekatnya adalah sebuah cerita kiranya tidak bisa disangkal lagi.
Ucapan teoritikus-teoritikus sejarah seperti Renier: “nothing but a story”;
Trevelyan: “the historian’s first duty is to tell the story”; Huizinga: “the
story of something that has happened”, semuanya mencerminkan gagasan bahwa
sejarah itu hakekatnya adalah tidak lain sebagai suatu bentuk cerita.
Kendati begitu, hal yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah sembarang cerita.
Kendati begitu, hal yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah sembarang cerita.
Cerita
sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun novel. Ia adalah cerita yang
didasarkan pada fakta-fakta dan disusun dengan metode yang khusus yang bermula
dari pencarian dan penemuan jejak-jejak sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut
dengan metode kritik yang ketat (kritik sejarah) dan diteruskan dengan
interpretasi fakta-fakta untuk akhirnya disusun dengan cara-cara tertentu pula
menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa lampau manusia itu.
2.Sejarah sebagai ilmu
Sejarah
dapat digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu
ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah. Syarat-syarat keilmuan yang
dimaksud adalah:
•Ada objek masalahnya
•Memiliki metode
•Tersusun secara sistematis
•Menggunakan pemikiran yang rasional
•Memiliki kebenaran yang objektif
Karena
sejarah memiliki kesemua syarat keilmuan tersebut, termasuk memiliki metode
sendiri dalam memecahkan masalah, maka tidak ragu lagi akan unsur-unsur
keilmuan dari sejarah. Pendapat ahli sejarah Bury bahwa “history is a science,
no less and no more” kiranya memberikan penegasan akan hal itu. Meski demikian
dalam kenyataannya banyak pihak yang masih menyangsikan keberadaan sejarah
sebagai sebuah disiplin ilmu.
Dilihat
dari cara kerja ilmiah, dua tahapan terakhir dalam metode sejarah yaitu
interpretasi dan historiografi masih sering dianggap sebagai titik-titik lemah.
Interpretasi misalnya, dimana di dalamnya terdapat unsur menyeleksi fakta
sehingga sesuai dengan keseluruhan yang hendak disusun, terkadang unsur
subjektivitas penulis atau sejarawan seperti kecenderungan pribadinya (personal
bias), prasangka kelompoknya (group prejudice), teori-teori interpretasi
historis yang saling bertentangan (conflicting theories of historical
interpretation) dan pandangan hidupnya sangat mempengaruhi terhadap proses
interpretasi tersebut.
Semuanya
itu bisa membawa sejarawan pada sikap subjektif yang dalam bentuknya yang
ekstrim menjurus pada sikap emosional, bahkan mungkin irasional yang kurang
bisa dipertanggung jawabkan seperti kecenderungan mengorbankan fakta sejarah
atau memanipulasikannya demi suatu teori, pandangan hidup yang dipercayai
secara berlebihan atau keberpihakan pada penguasa. Memang sulit untuk
menghindar dari subjektivitas, sehingga sejarawan sangat dituntut untuk
melakukan penelitian sejarah yang seobjektif mungkin atau setidaknya sebagai
suatu ideal. Pokoknya yang penting bagi sejarawan adalah seperti yang pernah
dikemukakan G. J. Renier, “we must not cheat”.
3. Beda sejarah dengan fiksi, ilmu
sosial dan ilmu agama
a. Kaidah pertama: sejarah itu fakta
Perbedaan
pokok antara sejarah dengan fiksi adalah bahwa sejarah itu menyuguhkan fakta,
sedangkan fiksi menyuguhkan khayalan, imajinasi atau fantasi.
b. Kaidah kedua: sejarah itu
diakronik, ideografis dan unik
• Sejarah
itu diakronik (menekankan proses), sedangkan ilmu sosial itu sinkronik
(menekankan struktur). Artinya sejarah itu memanjang dalam waktu, sedangkan
ilmu sosial meluas dalam ruang. Sejarah akan membicarakan satu peristiwa
tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B. Sejarah berupaya
melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Contoh: Perkembangan Sarekat
Islam di Solo, 1911-1920; Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930; Revolusi
Fisik di Indonesia, 1945-1949; Gerakan Zionisme 1897-1948 dan sebagainya.
• Sejarah
itu ideografis, artinya melukiskan, menggambarkan, memaparkan, atau menceritakan
saja. Ilmu sosial itu nomotetis artinya berusaha mengemukakan hukum-hukum.
Misalnya sama-sama menulis tentang revolusi, sejarah dianggap berhasil bila ia
dapat melukiskan sebuah revolusi secara menditil hingga hal-hal yang kecil.
Sebaliknya ilmu sosial akan menyelidiki revolusi-revolusi dan berusaha mencari
hukum-hukum yang umum berlaku dalam semua revolusi.
• Sejarah
itu unik sedang ilmu sosial itu generik. Penelitian sejarah akan mencari
hal-hal yang unik, khas, hanya berlaku pada sesuatu, di situ (di tempat itu dan
Sedang topik-topik ilmu sosial misalnya Sosiologi Revolusi, Masyarakat Desa,
Daerah Perkotaan yang hanya menerangkan hukum-hukum umum terjadinya proses
tersebut.
c. Kaidah ketiga: sejarah itu
empiris
Inilah
antara lain yang membedakan antara sejarah dengan ilmu agama. Sejarah itu
empiris, ia berdasarkan pengalaman manusia yang sebenarnya, sedang ilmu agama
itu lebih bersifat normatif, mengikuti kaidah-kaidah hukum yang sudah ada, yang
tercantum dalam Kitab Suci masing-masing agama, yang dipercaya sebagai yang
diwahyukan oleh Tuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian yang berjudul
“Upacara Gunting Rambut” ini, peneliti menelaah berbagai literatur yang dapat
menunjang penelitian. Pada bab ini, peneliti melakukan tinjauan kepustakaan
dari berbagai referensi yang berupa buku dan literatur lainnya.
Penelitian mengkaji isi literatur
sebagai rujukan serta untuk mengidensifikasi permasalahan yang berkaitan dengan
penelitian ini, yaitu gambaran umum mengenai “Upacara Gunting Rambut” khususnya
yang berhubungan dengan masyarakat Melayu di Wilayah Kalimantan Barat. Peneliti
juga dapat memfokuskan permasalahan sehingga dapat terlihat kedudukan/posisi
penelitian ini di antara penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan.
Kajian dalam bab ini memaparkan maksud
dan tujuan upacara, waktu penyelenggaraan upacara, tempat penyelenggaraan
upacara, persapan dan perlengkapan upacara, jalannya upacara berdasarkan
tahapannya, dan makna ritus dan upacara.
Kegiatan upacara adat yang dilakukan
oleh masyarakat Kabupaten Pontianak sesuai dengan kondisi dimana upacara adat
itu dilaksanakan, seperti halnya upacara-upacara yang berkaitan dengan suatu
peristiwa adat. Ritual kepercayaan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan lingkungan salah satunya adalah upacara penyelangraan memotong rambut
(cukur rambut) dengan tujuan untuk membuang rambut yang dibawa sejak anak di
lahirkan. Selain itu maksud lainnya adalah untuk membuang sial yang terdapat
pada ujung-ujung rambut yang dibawa sejak lahir.
Bagi masyarakat suku Melayu Kabupaten
Pontianak, gunting rambut adalah salah satu unsur budaya yang masih tetap
dilaksanakan dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung
nilai-nilai dan norma-norma yang sangat sakral dan bermakna wujud rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan bagi keluarga
khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
Upacara gunting rambut atau disebut
juga potong jambul diselenggarakan apabila di dalam suatu keluarga mendapatkan
anak bagi yang telah menginjak usia sekitar 40 hari sampai 1 tahun dan hal ini
telah menjadi suatu upacara tradisi masyarakat secara umum.
Maksud dan tujuan dari upacara gunting
rambut adalah sebagai rasa ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa,
memohon kesejahteraan dan keselamatan bagi anak atau bayi dalam kehidupan dunia
dan akhirat. Upacara gunting rambut pada masyarakat Kabupaten Pontianak
dilaksanakan di rumah orang tua bayi yang akan digunting.
Anak yang akan di potong rambunya diberikan
pakaian yang bagus umumnya memakai pakaian kuning. Sebelum pemotongan rambut
para undangan terlebih dahulu membaca surah Albarzanji atau Marhaban, ketika
pembacaan Marhaban dimulai maka pemotongan dilakukan sambil berdiri. Anak yang
akan dipotong rambutnya digendong oleh orang tuanya sendiri dan diikuti oleh
pembawa perlengkapan barang-barang yang akan dipakai untuk menggunting.
Pemotongan dimulai oleh seseorang yang paling tua dan termuka di dalam
masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan berkah bagi anak tersebut.
Anak yang akan dipotong rambutnya diikat dengan benang dan bunga daun melati
yang dibiarkan bergantung pada ujung rambut.
Pada upacara gunting rambut ada makna
yang tersirat terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan
keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Sesuai dengan metode historis di atas, maka langkah
proses dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Heuristik (Menemukan)
Tahapan pertama yaitu mencari dan
mengumpulkan sumber yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Mengumpulkan
sumber yang diperlukan dalam penulisan ini merupakan pekerjaan pokok yang dapat
dikatakan gampang-gampang susah, sehingga diperlukan kesabaran dari penulis. Heuristic berasal dari bahasa
Yunani Heuriskein artinya sama dengan to find yang berarti tidak hanya menemukan,
tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini, kegiatan diarahkan pada penjajakan,
pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan diteliti, baik yang terdapat
dilokasi penelitian, temuan benda maupun sumber lisan.
B. Kritik
Pada tahap ini, sumber yang telah
dikumpulkan pada kegiatan heuristik yang berupa; buku-buku yang relevan dengan
pembahasan yan terkait, maupun hasil temuan dilapangan tentang
bukti-bukti dilapangan tentang pembahasan. Setelah bukti itu atau data itu ditemukan maka
dilakukan penyaringan atau penyeleksian dengan mengacu pada prosedur yang ada,
yakni sumber yang faktual dan orisinalnya terjamin. Tahapan kritik ini tentu saja
memiliki tujuan tertentu dalam pelaksanaannya. Salah satu tujuan yang dapat
diperoleh dalam tahapan kritik ini adalah otentitas (authenticity). Sebuah
sumber sejarah (catatan harian, surat, buku) adalah otentik atau asli jika itu
benar-benar produk dari orang yang dianggap sebagai pemiliknya (atau dari
periode yang dipercayai sebagai masanya jika tidak mungkin menandai
pengarangnya) atau jika itu yang dimaksudkan oleh pengarangnya.
Kritik sebagai tahapan yang juga sangat penting terbagi dua, yakni intern
dan ekstern. Setiap sumber mempunyai aspek intern dan aspek ekstern. Aspek
eksternnya bersangkutan dengan apakah sumber itu memang sumber, artinya sumber
sejati yang dibutuhkan. Aspek internnya bertalian dengan persoalan apakah
sumber itu dapat memberikan informasi yang kita butuhkan. Karena itu, penulisan
sumber-sumber sejarah mempunyai dua segi ekstern dan intern.
Kritik ekstern atau kritik luar dilakukan untuk meneliti keaslian sumber,
apakah sumber tersebut valid, asli atau bukan tiruan. Sumber tersebut utuh,
dalam arti belum berubah, baik bentuk maupun isinya. Kritik ekstern hanya
daapat dilakukan pada sumber yang menjadi bahan rujukan penulis. Disamping itu
penulisan ini juga didasarkan pada latar belakang pengarang dan waktu
penulisan. Kritik intern atau kritik dalam, dilakukan untuk menyelidiki sumber
yang berkaitan dengan sumber masalah penelitian . Tahapan ini menjadi ukuran
sejau mana objektifitas penulis dalam mengelaborasi segenap data atau sumber
yang telah diperolehnya, dan tentunya mengedepankan prioritas.
Setelah menetapkan sebau teks autentik,serta referensi
pengarang, maka penulis akan menetapkan apakah keaslian itu kredibel dan sejauh
mana hal tersebut mempengaruhi objek kajian. Pada tahap ini pula kita dapat
keabsahan suatu sumber yang kemudian akan dikomparasikan sumber satu dengan
sumber yang lainnya, tentunya dengan masalah yang sama.
C. Interpretasi
Setelah melalui tahapan kritik sumber,
kemudian dilakukan interpretasi atau penafsiran terhadap fakta sejarah yang
diperoleh dari arsip, buku-buku yang relevan dengan pembahasan, maupun hasil
penelitian langsung dilapangan. Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan
integritas penulis untuk menghindari interpretasi yang subjektif terhadap fakta
yang satu dengan fakta yang lainnya, agar ditemukan kesimpulan atau gambaran
sejarah yang ilmiah.
D. Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dariseluruh
rangkaian dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber,serta
interpretasi, kemudian dielaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Proses penyusunan fakta-fakta
sejarah komunis di Indonesia dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam
sebuah bentuk penulisan sejarah komunis di Indonesia. Perlu dipertimbangkan
struktur dan gaya bahasa penulisannya, serta harus menyadari dan berusaha
agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari upacara gunting
rambut adalah sebagai rasa ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa,
memohon kesejahteraan dan keselamatan bagi anak atau bayi dalam kehidupan dunia
dan akhirat. Di samping itu juga merupakan sunatul Rasul yang dilaksanakan
untuk mendapatkan keridhaan serta keselamatan bagi bayi yang baru lahir dan
digunting rambutnya.
B.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Waktu penyelenggaraan upacara adat
gunting rambut tidak dibatasi, akan tetapi pada umumnya dilaksanakan oleh orang
tua bayi setelah 40 hari sampai 1 tahun dilihat dari kondisikedua orang tua,
karena di dalam upacara ini memerlukan biaya yang tidak sedikit dan paling
lambat pada tahun kedua setelah bayi lahir.
C.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Upacara gunting rambut pada masyarakat
Kabupaten Pontianak dilaksanakan di rumah orang tua bayi yang akan digunting.
Namun tidak jarang dilaksanakan ditempat lain seperti di masjid atau tempat
yang lebih luas sesuai dengan latar belakang keluarga yang akan melaksanakan
upacara. Hal ini disebabkan apabila pada akhir upacara pihak keluarga yang
melaksanakan hajatan mengadakan jamuan makn bagi kaum kerabat yang datang.
D.
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Peralatan pelengkapan atau benda-benda
yang digunakan dalam upacara gunting rambut ini antara lain:
1.
Sebuah kelapa muda
yang belum berisi.
2.
Beberapa bentuk cincin
emas atau suase.
3.
Sebauh gunting.
4.
Lilin kuning atau lilin
lebah untuk menilin rambut yang akan digunting.
5.
Bunga tujuh jenis.
6.
Benang tujuh warna.
7.
Beras kuning dan
berteh.
8.
Satu mangkok tepung
tawar.
9.
Satu ikat dedaunan
dari tujuh jenis daun seperti daun ribu-ribu, daun ati-ati, daun anjung, daun
sedingin, daun tapak kuda, daun pandan dan daun ruas.
10.
Satu helai selendang
pelangi atau serang.
11.
Pokok telur.
12.
Minyak bau.
13.
Dupa.
14.
Tanah Mekah (boleh ada
boleh tidak)
Sebelum upacara dimulai buah kelapa
muda diukir dan dibuka bagian atasnya, airnya dibiarkan dalam keadaan utuh.
Pada bagian bawah kelapa dipotong mendatar agar
dengan mudah untuk meletakannya di dalam talam. Talam yang berisi kelapa
ini diletakan bersama dengan gunting kecil.
E.
Jalannya Upacara Menurut Tahapannya
Anak yang akan di potong rambunya
diberikan pakaian yang bagus umumnya memakai pakaian kuning. Sebelum pemotongan
rambut para undangan terlebih dahulu membaca surah Albarzanji atau Marhaban,
ketika pembacaan Marhaban dimulai maka pemotongan dilakukan sambil berdiri.
Anak yang akan dipotong rambutnya digendong oleh orang tuanya sendiri dan
diikuti oleh pembawa perlengkapan barang-barang yang akan dipakai untuk
menggunting. Pemotongan dimulai oleh seseorang yang paling tua dan termuka di
dalam masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan berkah bagi anak
tersebut. Anak yang akan dipotong rambutnya diikat dengan benang dan bunga daun
melati yang dibiarkan bergantung pada ujung rambut.
Potongan rambut dimasukkan kedalam air
kelapa muda. Kelapa muda disimpan dibawah masjid atau musallah. Dengan tujuan
agar anak tersebut hatinya tetap berada di masjid dan menjadi orang yang baik.
Umumnya bagi pemotong rambut sebanyak 7 orang laki-laki dan 5 orang perempuan.
Ketika pemotongan rambut yang pertama sudah selesai dan diikuti dengan yang
lainnya, kemudian diberikan satu keranjang (dari plastik) berisi telur ayam
atau itik direbus 3 biji diberi warna seperti jingga, biru laut diberi kertas
rabu-rabu (dipotong kecil-kecil) dan diberi bertangkai dan dibagikan atasnya
uang seribu yang dibentuk seperti sebuah kipas. Untuk undangan yang lain yang
tidak mendapat tugas memotong rambut juga mendapat cindera mata tanpa ada uang
hanya berisi telur dan keranjang plastik.
Setelah acara pemotongan rambut
selesai, anak bayi tersebut diserahkan orang tuanya pada dukun bayi. Kedua
orang tua dan para handai tolan berkumpul memohon dan berdoa kepada Allah SWT
untuk keselamatan keluarga, anak yang dipotong rambutnya dan para hadirin
sekalian. Bagi keluarga terdekat masih dilanjutkan dengan pembacaan doa Rasul
untuk melepaskan nazar yang telah diniatkan ketika mendapatkan anak.
F.
Makna Ritus dan Upacara
Pada upacara gunting rambut ada makna
yang tersirat terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan
keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT. Makna yang terkandung dari
beberapa simbol-simbol upacara yang diselenggarakan antara lain:
1.
Lilin kuning atau
lilin lebah melambangkan agar anak nantinya mempunyai perangai yang halus dan
manis budi bahasanya;
2.
Tujuh macam bunga
melambangkan kepada anak agar sampai tujuh keturunan mempunyai keharuman nama;
3.
Benang tujuh warna
melambangkan hubungan tali silahturahmi terjalin sampai tujuh keturunan;
4.
Gunting yaitu alat
untuk menggunting rambut;
5.
Kelapa gading
melambangkan harapan bahwa nantinya anak tersebut dapat memebrikan manfaat
dalam kehidupan;
6.
Beras kuning berteh melambangkan
permohonan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan kelak jauh
dari rintangan dan halangan;
7.
Tepung tawar memohon
keselamatan di dalam kejidupan bayi dan terhindar dari segala bahaya;
8.
Daun-daun tujuh macam
melambangkan kemakmuran dalam hidup anak, banyak rezeki dan kehidupannya
terhindar dari bahaya;
9.
Perhiasan cincin
sebagai pengikat hubungan kasih sayang antara anak da orang tua;
10. Selendang
pelangi atau kain serang melambangkan ikatan keturunan yang tidak
putus-putusnya;
11. Pokok
telur lambang agar kemudian hidupnya dimurahkan rezeki;
12. Minyak
bau untuk menghindari gangguan dari roh jahat;
13. Dupa
untuk menghindar gangguan dari roh jahat;
14. Tanah
Mekkah bertujuan agar anak kelak dapat ssampai ke Tanah Suci Mekkah.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wilayah Kalimantan Barat yang terdiri
dari berbagai etnis dan mempunyai diantaranya adalah Suku Melayu yaitu suku
yang beragama Islam. Agama yang menjadi suatu ciri khas yang membedakan Melayu
dengan saudaranya dari Suku Dayak. Masuknya Islam menyebabkan berpindahnya dari
kepercayaan nenek moyang kedalam sebuah keyakinan beragama sehingga
dikategorikan bahwa masuk Melayu berarti masuk agama Islam, karena Melayu
identik dengan budaya yang memasukan unsur Islam di dalamnya. Seharusnya
walaupun berpindah keyakinan namun identitas budaya yang melekat tidak dapat
perubahan, akan tetapi pandangan dari luar dan pengakuan dari pribadi
masing-masing mengidentifikasikan dirinya menjadi sebuah identitas baru.
Pada upacara Gunting Rambut juga
menggambarkan ajaran yang mengharuskan umat Islam selalu rapi bersih dan harus
menjauhi kekotoran fisik maupun hati dan wajib menjauhi segala sifat-sifat yang
tercela seperti, iri, dengki, riak, ujub bangga dengan diri sendiri maupun
berprasangka buru dengan yang lainnya.
Pada upacara gunting rambut ada makna
yang tersirat terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan
keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT. Makna yang terkandung dari
beberapa simbol-simbol upacara yang diselenggarakan antara lain:
1.
Lilin kuning atau
lilin lebah melambangkan agar anak nantinya mempunyai perangai yang halus dan
manis budi bahasanya;
2.
Tujuh macam bunga
melambangkan kepada anak agar sampai tujuh keturunan mempunyai keharuman nama;
3.
Benang tujuh warna
melambangkan hubungan tali silahturahmi terjalin sampai tujuh keturunan;
4.
Gunting yaitu alat
untuk menggunting rambut;
5.
Kelapa gading
melambangkan harapan bahwa nantinya anak tersebut dapat memebrikan manfaat
dalam kehidupan;
6.
Beras kuning berteh
melambangkan permohonan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupan
kelak jauh dari rintangan dan halangan;
7.
Tepung tawar memohon
keselamatan di dalam kejidupan bayi dan terhindar dari segala bahaya;
8.
Daun-daun tujuh macam
melambangkan kemakmuran dalam hidup anak, banyak rezeki dan kehidupannya
terhindar dari bahaya;
9.
Perhiasan cincin
sebagai pengikat hubungan kasih sayang antara anak da orang tua;
10. Selendang
pelangi atau kain serang melambangkan ikatan keturunan yang tidak
putus-putusnya;
11. Pokok
telur lambang agar kemudian hidupnya dimurahkan rezeki;
12. Minyak
bau untuk menghindari gangguan dari roh jahat;
13. Dupa
untuk menghindar gangguan dari roh jahat;
14. Tanah
Mekkah bertujuan agar anak kelak dapat ssampai ke Tanah Suci Mekkah.
Upacara tradisional dalam masyarakat
Melayu, terutama pada upacara-upacara yang besar, pada masa kini mengarah pada
nilai-nilai yang bersifat rekreatif. Masyarakat dan pemerintah menyelenggarakan
upacara tidak terlepas dari faktor ekonomi, dijadikan sebagai sebuah objek
wisata daerah, sehingga esensi yang sarat dengan nilai-nilai ritual menjadi
sebuah pertunjukkan serimonial. Hal ini jika tidak diantisipasi sejak dini,
maka upacara tersebut akan hanya menjadi sebuah objek tontonan yang kurang
bermakna.
Nilai-nilai di dalam upacara
tradisional tersebut seharusnya menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga,
sebagai upaya untuk saling mengingat. Menasehati dan memberikan nilai-nilai
terbaik bagi generasi berikutnya. Bagi generasi muda yang datang tidak hanya
melihat pertunjukkan setiap pertandingan yang diselenggarakan, akan tetapi
dapat mengambil makna yang terkandung dari setiap upacara yang dilakukan.
Peranan pemerintah sangat diperlukan
dalam melestarikannya, dengan mendokumentasikan dan menginventarisasikan pada
setiap upacara adat dalam bentuk adat yang asli. Jika hal ini tidak dilakukan,
maka tidak menutup kemungkinan kebudayaan Melayu yang sarat dengan nilai-nilai
akan hilang dan tidak dipahami oleh generasi muda.
B. Saran
Demikian yang dapat peneliti paparkan mengenai penelitian
sampai kan dengan penelitian yang berjudul “Upacara Gunting Rambut”, yang di
ambil dari sebuah buku Upacara Adat Suku Melayu Kabupaten Mempawah, Kalimantan
Barat, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul penelitian ini.
Peneliti banyak berharap para pembaca yang budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada peneliti demi sempurnanya
pembahasan ini dan penulisan penelitian di kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga penelitian ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Daftar Pustaka
http://fadlibae.wordpress.com/2012/01/30/penelitian-sejarah-historical-rsearch/
Salman Batullo M. Natsir, Drs,
S.Sos, M. Si. (2007). Upacara Adat Suku Melayu Kabupaten Pontianak Mempawah,
Kalimatan Barat.
www.katailmu.com/2010/12/metode-penelitian-sejarah.html
Daftar Gambar
Gambar 1
Pengguntingan Rambut Kelompok
Laki-laki
Gambar 2
Pengguntingan Rambut Kelompok
Wanita
Gambar
3
Penyerahan Setelah Gunting Rambut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar