Minggu, 06 Juli 2014

Upacara Robo'-Robo'



A. Latar Belakang Upacara
          Hari Rabu bulan Safar terakhir dikenal masyarakat Mempawah sebagai hari
Robo’-robo’. Robo’-robo’ adalah nama upacara tahunan (tahun Islam) yang diselenggarakan oleh penduduk daerah Kabupaten Pontianak khususnya dan pada masyarakat keturunan Bugis yang ada yang di daerah lainnya. Kata Robo’-robo’ berasal adri kata robo’. Kata ini palingdengan istilah yang dipakai untuk nama hari keempat setiap minggu yaitu Rabu. Dari kata Rabu atau Robo’, maka Robo’-robo’ sangat erat kaitannya dengan kata hari Rabu.
          Upacara ini diselenggrakan setiap tahun pada hari Rabu, yaitu setiap hari Rabu terakhir bulan Safar tahun Islam. Orang mengatakan dengan istilah Rabu terakhir artinya terakhir setiap bulan Safar. Istilah lain juga disebut Saparan yang diambil dari istilah Safar yaitu bulan Safar, karena upacara ini hanya diselenggarakan setiap bulan Safar.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa bulan Safar merupakan bulan banyaknya turun bala dari Yang Maha Kuasa. Artinya bahwa bulan Safar seperti ini merupakan bulan yang paling naas, bulan yang penus kesialan. Peristiwa sejarah Nabi-nabi dikenal kesialan-kesialan yang nyaris menimpa nabi-nabi seperti terlepasnya Nabi Musa dari kerajaan Fir’aun karena mu’jizat terbelahnya air laut, di selamatkannya Nabi Ibrahim dari kobaran api untuk membakarnya, diselematkannya Nabi Yunus dalam perut ikan nun dan lain-lain. Secara kronologis orang mempercayai bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa menurunkan bala setiap tahun pada setiap bulan Safar.
          Secara magis, bala itu dapat di hindari karena makhluk halus dapat menolong menyelamatkan manusia dari ancaman bala yang akan menimpa. Pertolongan itu harus diminta dengan memberikan imbalan-imbalan tertentu. Bagi penduduk daerah Kabupaten Pontianak di Mempawah, upacar ini bersifat historis dan religio magis.
          Bersifat historis, karena upacara ini dikaitkan dengan peristiwa penting dalam sejarah kehidupan kerajaan Mempawah, antara lain perdaratan pertama Opu Daeng Manambun, putera Bugis sendiri Kerajaan Mempawah dan kematian beliau sebagai penemabahan kerajaan pertama kerajaan itu.
          Bersifat religis, karena adanya permohonan yaitu do’a kepada Allah Yang Maha Kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari bala benacana yang dapat menimpa sewaktu-waktu. Bersifat magis, karena upacara ini bersifta memberi pesembahan dan khususnya arwah para Penembahan Mempawah dan para makhluk halus yang dipercaya mempunyai kelebihan pada manusia. Dari para leluhur dan makhluk hakus diharapkan dapat memberikan pertolongan pada manusia untuk melindungi dari bala bencana yang akan menimpa.
          Perkembangan selanjutnya upacara ini bersifat socio cultural, karena mempunyai nilai ekonomis untuk menarik wisatawan ke mempawah dan dengan demikian akan menaikkan pendapatan daerah. Oleh karena itu, pada penanganan selanjutnya upacara besar dan melalui beberapa tehapan yaitu upacara ziarah kubur, upacara kenduri dari permainan rakyat.
          Upacara ziarah kubur diselenggarakan untuk menziarahi makam Opu Daeng Manambun dan makan para Panembahan Mempawah lainnya. Upacara kenduri dilaksanakan untuk menolak bala dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hiburan rakyat yang bersifat tradisional berupa perlombaan ssampan di Kuala Seacapa sungai Mempawah.
B. Maksud dan Tujuan Upacara
          Beberapa hal yang ingin dicapai dengan diselenggarakannya upacara ini adalah:
· Memperingati peristiwa-peristiwa historis yang penting bagi kerajaan Mempawah yaitu tentang pedaratan pertama Opu Daeng Manambun di wilayah Mempawah. Setelah pendaratannya, armada Upo Daeng Manambun itu kemudian mendirikan perkampungan serta didengungkannya azan yang pertama kali di wilayah itu. Peristiwa lain yan di peringati ialah wafatnya Opu Daeng Manambun pendiri Kerajaan Mempawah pada hari Selasa menjelang diselenggarakanya upacara robo’-robo’.
· Memohon ampun dan memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkandari bala bencana yang banyak diturunkan pada setiap bulan Safar. Permohonan itu diwujudkan dengan memperbanyak sedekah, berdo’a dan berkenduri bersama, dalam rangka memupuk rasa persaudaraan dan kegotong royongan.
· Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur, khususnya para penembahan Mempawah yang telah memimpin dan mengembangkan wilayah Kerajaan Mempawah, agar diampunkan dosa-dosanya dan dibalas jasa-jasanya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga mendapatkan kehidupan akhirat yang menyenangkan. Maksud lain dari penyelenggaraan upacara itu ialah untuk megusir para roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia. Dengan demikian akan selamatlah kehidupan masyarakat dari segala bala bencana yang banyak diturunkan pada bulan Safar.
· Lain dari penyelenggaraan upacara itu ialah untuk mengusir para roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia. Demikian akan selamatlah kehidupan masyarakat dari segala bala bencana yang banyak diturun pada bulan Safar.
· Perkembangan selanjutnya robo’-robo’ diselenggarakan untuk mengikuti adat istiadat yang telah turun menurun. Dengan demikian adat yang telah mengikat dalam kehidupan lapisan masyarakat Kabupaten Pontianak, akan didapatkan dua keuntungan sekaligus yaitu memberi pendapatan daerah karena banyaknya kunjungan para wisatawan dari berbagai daerah dan negara.
C. Waktu  Penyelanggaraan Upacara
          Robo’-robo’, diselenggarakan satu kali setiap tahun Islam, yaitu setiap hari Rabu terakhir bulan Safar. Rangkaian upacara meliputi berbagai kegiatan yaitu ziarah kubur ke makam pendiri Kerajaan Mempawah dan makam para Panembahan yang letaknya tidak menjadi satu dengan makam pendiri Kerajaan Mempawah.
          Upacara ziarah kubur dilaksanakan pada hari Selasa terakhir bulan Safar. Sesudah lepas tengah hari pada hari selasa ini upacara ziarah kubur dilakukan pertama-tama di makam Opu Daeng Menambun, kemudian dilanjutkan ke makam Panembahan lainnya, yaitu:
1.    Makam H. Moehamad Saleh Ibnu H. Abdurahim Shomat. Guru Opu Daeng Menambun.
2.    Makam Panglima Hitam, yaitu pengawal Opu Daeng Menambun.
3.    Makam Sri Ayu. Makam ini menurut keterangan dari juru kunci ditemukan di dalam mimpi, adalah makam tubuh artinya makam yang datang sendirinya, menurut kisahnya makam ini berasal dari Majapahit.
          Pada malam rau diselenggarakan cara masak-masak diperkampungan tempat pendaratan pertama Opu Daeng Menambun. Pada malam itu juga diselenggarakan upacara-upacara persembahan yaitu membuat sesajen untuk penjaga laut.
          Hari rabunya setelah shubuh, upacara kenduri dilakukan oleh setiap kelompok masyarakat, khususnya masyarakat Mempawah. Dan siang harinya dilanjutkan dengan perlombaan sampan di Kuala Mempawah. Seluruh warga masyarakat Mempawah bergembira ria, dan hilir mudik dalam kota sambil menonton perlombaan sampan.
D. Tempat Penyelenggaraan Upacara
          Banyak tempat yang digunakan untuk penyelenggaraan upacara sejak hari selasa sampai rabu. Tempat-tempat tersebut adalah:
· Makam Opu Daeng Menambun di sebukit Rama. Di tempat ini akan dikunjungi oleh para penziarah yang diselenggarakan pada hari selasa karena Opu Daeng Menambun meninggal pada hari Selasa.
· Makam para Panembaha Mempawah di Pulau Pedalaman menuju ke hulu dari Kuala Mempawah. Tempat ini juga dikunjungi oleh para penziarah pada hari selasa setelah selesai upacara ziarah di tempat makam Opu Daeng Menambun.
· Di daerah pantai yang dikenal penduduk Mempawah sebagai tempat pendaratan pertama dari armada Opu Daeng Menambun pada waktu pendirian kerajaan Mempawah.
· Di dalam gang-gang di kota Mempawah. Di gang-gang ini diselenggarakan kenduri pada pagi hari rabu setelah selesai sholat subuh. Kenduri dilaksanakan oleh  penduduk yang bertempat tinggal dalam gang masing-masing. Selesai kenduri dilanjutkan dengan makan-makan bersama oleh setiap warga yang dilakukan di alam terbuka dalam gang masing-masing.
· Di kuala Mempawah mulai dari jembatan induk sampai daerah pantai. Ditempat ini dilaksanakan lomba sampan. Disamping itu tempat ini juga menjadi tumpuan  dari seluruh penduduk yang akan berekreasi pada hari itu. Sedangkan, di sekitar jembatan induk dan pasar-pasar di sekitarnya merupakan tempat yang paling ramai.
          Pelaksanaan teknis upacara dilaksanakan oleh sebuah panitia yang dibentuk secara resmi oleh pemda. Karena upacara ini mempunyai pengaruh yang cukup luas bagi kalangan masyarakat dimana seluruh penduduk Kabupaten Pontianak merasa ikut terlibat didalamnya, maka demi kesatuan sosial, upacara ini diangkat menjadi upacara daerah. Panitia pelaksana terdiri dari berbagai unsur potensi daerah seperti Pemda, tokoh agama,TNI, Pemuda dan lain-lain.
          Panitia ini  bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Para tokoh agama bertugas untuk membimbing, mengatur dan melaksanakan upacara-upacara dilingkungannya, TNI bertanggung jawab atas keamanannya dan pemuda untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan lomba dan lainnya.
          Selain panitia resmi tersebut, para keluarga kerajaan yang mewarisi kerajaan itu mempunyai fungsi teknis pula dalam kegiatan upacara. Fungsinya seolah-olah sebagai penghubung antara alam manusia ini dengan arwah para leluhur. Hubungan antara manusia dengan para makhluk tersebut dapat dilakukan oleh keluarga kerajaan itu. Dalam upacara ini para makhluk halus tersebut harus diberi tahu agar tidak jahat kepada manusia.
          Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini adalah hampir seluruh warga di wilayah Kabupaten Pontianak khususnya bangsa Melayu merasa turut terlibat dalam perlaksanaan robo’-robo’. Penduduk dalam kota ikut aktif melaksanakan baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama. Yang tidak ikut aktif dalam kegiatan, terutama anak-anak muda laki-laki atau wanita mengambil kesempatan untuk bersuka ria ditempat-tempat hiburan.
          Aktivitas para penduduk dalam hal pelaksanaan upacara ini antara lain membuat kenduri, membuat sesajen, lomba sampan, dan melaksanakan hiburan lain. Sementara penduduk-penduduk di desa-desa turut membuat kue-kue khusus, terutama ketupat untuk kenduri.
          Dikalangan keluarga bangsawan keterlibatan dalam upacara ini ialah dalam melakukan ziarah ke makam para Panembahan baik Opu Daeng Manambun atau pun Panembahan-panembahan lainnya. Mereka berkumpul secara resmi di istana, berzikir, bertahlil, dan berkenduri serta melakukan ziarah. Keterlibatan lain juga dalam hal pembiayaan.
E. Persiapan dan Pelaksanaan Upacara
          Persiapan secara umum ialah dimulai dengan pembentukan panitia, dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, serta pembiayaannya. Kenduri dan sesajian yang akan dilaksanakan secara massal, rencana dilakukan bersama-sama. Demikian pula mengenai pembuatan sesajian umum, biasanya dikumpulkan dari setiap rumah tangga. Para tokoh masyarakat, para tua-tua kampung dan lurah-lurah Desa bertugas untuk mengerahkan masa dan menghimpun dana serta mengatur pelaksanaannya. Pada hari Selasa para ibu rumah tangga dan anak-anak wanita telah membuat kue-kue dan memasak makanan untuk keperluan upacara besok paginya.
          Di lingkungan istana, pada hari selasa keluarga sudah berkumpul untuk bersama-sama menuju ke Sebukit guna menziarahi makam para Panembahan. Namun, sebelumnya telah dipersiapkan alat-alat perlengkapan upacara yang akan dibawa ke makam, terutama sesajian, air tolak bala, kendaraan air dan makanan. Sementara itu, panitia mempersiapkan alat-alat, baik untuk keperluan ziarah bagi yang akan ikut maupun bagi keperluan penyelenggaraan permainan rakyat yaitu di kuala sungai Mempawah. Selain itu, disipakan juga rambu-rambu lomba di sungai, menyiapkan hadiah pemenang dan lain-lain.
          Persiapan lain yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya berupa penyusunan tim lomba, persiapan kostum, sampan lomba, pangka gasing, dan lain sebagainya. Para muda-mudi menyiapkan pakaian kendaraan, uang untuk bekal dalam keramaian hari upacara dan lain-lain.
          Perlengakapan yang diperlukan untuk upacara ini antara lain:
1. Bagi kendaraan Istana Mempawah:
· Sesajian terdiri dari nasi pulut warna kuning, panggang ayam satu ekor, berteh beras kuning, dan setanggi.
· Air tepung tawar, air tolak bala, dan ramuan bunga.
· Makanan terutama ketupat.
2.  Bagi masyarakat setempat:
· Air tolak bala dan air salamun tujuh.
· Nasi dan lauk pauk secukupnya untuk kenduri.
· Ketupat dan kue-kue,
· Sampan lomba bagi yang akan mengikuti lomba sampan.
· Permainan gasing, olahraga voli, sepak bola.
3.  Bagi panitia penyelenggara:
· Podium dan pengeras suara.
· Rambu-rambu lomba sampan di sungai.
· Hadiah-hadiah perlombaan.
· Alat perlengkapan administrasi.
E. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya
1)  Upacara Ziarah
          Pada hari Selasa tetrakir bulan Safar, keluarga istana telah berkumpul di istana, ada juga yang berkumpul ditempat lain yang strategis sehingga memudahkan keberangkatannya. Para pejabat Pemerintah dan panitia penyelengaraan robo’-robo’ serta warga masyarakat lainnya yang ingin ikut serta dalam ziarah ini juga sudah berkumpul untuk menetapkan kendaraan-kendaraan yang akan dipergunakan. Masing-masing rombongan siap dengan kendaraannya sendiri.
          Jam 07.00 wib pagi rombongan sudah mulai berangkat menuju ke Sebukit Rama, makam para Panembahan Mempawah. Perjalanan air ini cukup jauh memakan waktu sekitar 2 jam, menyelusuri sungai Mempawah ke arah hulu. Namun, kini perjalanan tersebut sudah menggunakan kendaraan mobil dan motor dengan waktu lebih cepat kurang lebih 30 menit dari kota Mempawah. Perjalanan ritual dipimpin sesepuh dari Kerajaan Mempawah. Pemimpin raja bertanggung jawab untuk menetapkan waktu keberangkatan dan waktu pulang dn juga mengatur rombongan ditempat Mendian Opu Daeng Manambun dimakamkan. Peraturan ini dimaksudkan agar menjadi lancar dan tertib. Sesampai dimakam, guru kunci makam yaitu kaum kerabat istana Mempawah bertugas untuk memimpi upacara dimakam itu. Sekitar pukul 10:00 siang waktu setempat prosesi acara baru dimulai.
          Perjalanan menuju ke Sebukit adalah sebagai berikut: untuk para kerabat istana mempergunakan khusus yang telah dipersiapkan. Para pejabat pemerintah setempat yang ikut dalam upacara ziarah mempergunakan motor air. Mengingat situasi dan kondisi kini yaitu sudah ada prasarana jalan maka perjalanan sudah dialihka sebagian melalui jalan darat, namun masih ada juga yang mempergunakan sampan bagi masyarakat setempat.
          Prosesi perjalanan mengambarkan situasi masyarakat yanng masih kental dengan adat istiadat setempat, tawa ria, canda gurau, diiringi lagu-lagu yang terus berdering di HP para peserta mengiringi untuk menuju ke lokasi. Lokasi yang asli dengan hutan yang masih lestari, masyarakat yang ramah tamah selalu melambaikan tangan ketika romongan melewati perkampungan mereka. Setelah sampai pada tempat yang dituju, para rombongan penziarah harus mendaki bukit (Sebukit Rama). Pendakian ini melewati tangga semen yang berjumlah kurang lebih 250 buah, menurut kepercayaan masyarakat setempat antara pengunjung yang datang hampir dikatakan tidak ada yang sama menurut hitungan tangga walaupun sudah dihitung berkali-kali.
          Para penziarah pada ditempat makam memasuki bangsal tempat ruang makam Opu Daeng Manambun. Petugas yang ditunjuk mengatur para tamu yang akan duduk didalam ruangan tersebut. Jika para pengunjung yang datang melebihi kapasitas maka upacara dibuat beberapa kelompok agar semua yang datang dapat masuk kedalam ruang makam Opu Daeng Manambun.
          Rombongan penziarah yang datang satu persatu memasuki ruang maka dengan merapatkan saf-saf duduk berhimpitan. Prosesi upacara dimulai dengan penaburan beras kuning dan berteh oleh pemimpin upacara ke atas makam/nisan Opu Daeng Manambun diiringi dengan doa. Peralatan sesajian yang telah disiapkan diletakan pada bagian Barat nisan ditengah-tengah peserta.
          Adapun sesajian yang dipergunakan didalam lokasi makam antara lain;
§  Sesajian tersebut berupa nasi kuning yang berbentuk kerucut.
§  Dibagian atas diletakan sebuah telur ayam rebus.
§  Nasi dengan seekor panggang ayam.
§  Bertih
§  Beras kuning satu mangkuk.
§  Sepering ketupat.
§  Sisir.
§  Pisang masak di dalam pirig.
§  Setanggi (dupa).
          Prosesi selanjutnya pemimpin upacara membakar setanggi, diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, berzikir, dan berdoa, setelah itu dilakukan upacara tabur bunga ke atas makam Opu Daeng Manambun oleh para kaum kerabat istana yang diikuti oleh masyarakat lainny. Setelah selesai penaburan bungan di atas makam Opu Daeng Manambun dilanjutkan pada makam lainnya diluar bangsal makam. Para penziarah yang datang dan berniat bernazar mengikat nisan dengan kain berwarna kuning di nisan Opu Daeng Manambun.
          Pada proses berikutnya diberi kesempatan pada rombongan yang kedua, untuk memasuki bangsal Opu Daeng Manambun. Upacara dimulai dengan menabur beras kuning dan bertih, pembakaran  beberapa buah setanggi, diiringi dengan zikir dan ayat-ayat Al-Qur’an berdoa dan menabur bunga seperti yang telah dilakukan oleh rombonga yang pertama. Untuk sesajen tidak lagi dikeluarkan untuk digunakan dan dilakukan sampai pada rombongan berikutnya.
          Setelah selesai upacara ziarahan dan semua peserta istirahat dengan memakan makanan yang dibawa masing-masing peserta. Para peserta saling tukar makanan, kue-kue, dan air minum yang dibawa dari rumah, makanan juga dilemparkan sedikit di sungai depan makam, menurut kepercayaan mereka bahwa sungai itu juga ada penghuninya yaitu buaya kuning dari keturunan  kaum kerabat istana yang ditujukan agar tidak mengganggu para penziarah. Setelah selesai prosesi di makam Opu Daeng Manambun para penziarah pulang masing-masing dengan kendaraan sendiri.
2)  Persiapan makanan hari Rabu
          Selasa sore setelah pilang ziarah para kaum kerabat berkumpul untuk mempersiapkan makan yang akan dibawa pada besok hari rabu dengan berbagai makanan yang enak, seperti nasi selengkapnya, kue-kue, dan makanan ringan lainnya. Kemudian, makanan khusus untuk sesajian yang akan diantarkan ke laut Mempawah.
          Adapun perlengkapan yang akan dibawa ke laut antara lain; (1) nasi lauk pauk, (2) panggang ayam, (3) ketupat lemak, (4) kue-kue yang disiapkan ke dalam ancak, (5) kapur, dan (6) rokok.
          Perlengkapan ancak dengan perlengkapan makanan dihanyutkan kesungai, agar para leluhur atau makhluk halus tidak mengganggu manusia yang ada di atas bumi. Bagi masyarakat yang mendiami lokasi yang begitu jauh dari laut upacara ini memang sering dilakukan, dimulai dari pagi hari sampai siang hari dengan diiringi suara azan dan sholat. Prosesi ini mngulangi bagaimana ketika Opu Daeng Manambun datang berlabuh serta sholat pada tempat tersebut dan melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat tinggalbagi beberapa pengikutnya.
          Peralatan barang-barang yang dibuat dan setelah menjelang tengah malam sesajian tersebut diantar ke sungai untuk dihanyutkan, pada pagi hari dilakukan upacara makan bersama, setelah selesai sholat subuhpara penduduk mempersiapkan makanan mulai dari tempat tinggal terdekat, sampai pada gang-gang yang ada didalam lingkungan Mempawah, mengelar tikar, duduk, dan makan bersama-sama denga upacara doa selamat bagi kaum kerabat yang ada maupun yang diundang khusus pada acara ritual tersebut.
          Pada jam 06.00 atau jam 08.00 upacara dimulai. Tetua kampung, membacakan doa selamat dan doa tolak bala. Para peserta upacara ritual yag turut serta larut di dalam doa, dengan duduk bersila dihadapan hidangan masing-masing. Setelah doa dibaca masing-masing mengeluarkan hidangan untuk disantap bersama-sama. Makanan yang dihidangkan ditukar dengan makanan yang lainnya agar saling merasakan masing-masing. Setelah selesai makan, hidangan dikemas sambil dibersihkan, kemudia acara dibubarkan dan masing-masing pulang kerumah. Subuh harinya setelah sholat subuh masyarakat megadakan ritual mandi tolak bala dengan air salamun tujuh, dimaksudkan agar mendapatkan keselamatan dari mara bahaya dan bencana. Air tersebut dapat diminum sekeluarga. Adapun yang dimaksud air salamun tujuh adalah air yang ada didalam satu tempat yang bertuliskan huruf salamun tujuh dari daun andung. Para pendatang yang ada dari luar daerah masing-masing turut ikut dalam pembacaan doa selamat, sekitar 200 meter dari mulut jalan menuju lokasi terjadi kemacetan. Terlebih sepanjang menuju lapangan terdapat kios-kios para pedangang yang menjajakan berbagai produk. Di lapangan sejumlah tamu sudah menempati kursi-kursi beratap tenda besar yang menghadapi sungai.
          Pengunjung yang tidak mendapat kursi berdiri dibibir sungai. Tidak beberapa lama kemudian perahu kuning yang membawa rombongan Pangeran Ratu dari Istana Amantubillah, DR. Ir. Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim, MSc melaju diatas permukaan air Sungai Mempawah, sekitar 20 meter dari tempat para tamu duduk. Ketika memasuki muara Mempawah, Pangeran Ratu dijemput oleh Putra mahkota dan sejumlah punggawa keraton dengan menaiki perahu lancang kuning. Di muara Mempawah, seorang punggawa istana mengumandangkan azan dari atas perahu. Selepas itu, Putra mahkota melakukan ritual buang-buang sesaji ke laut sebagai talak bala. Selanjutnya, Pangeran Ratu dan permaisuri mendatangi para undangan, sedangkan Putra mahkota kembali ke Keraton.
          Perayaan robo’-robo’ pada masa itu agak berbeda lebih istimewa dari yanng sebelumnya. Perayaan yanng dipusatkan di Sungai Mempawah dihadiri Raja dan Ratu serta perwakilan dari sejumlah Keraton di Indonesia yang tengah mengikuti Festival Keraton Nusantara II. Mereka menjadi tamu spesial yang disertakan melihat langsung perayaan tradisi robo’-robo’.
          Setealah acara serimonial pembukaan Pengelaran Seni Budaya Keraton Nusantara II dan Festival Seni Budaya Melayu IV se-Kalbar, para undangan dihibur dengan persembahan tari-tarian khas Kalbar. Ada tarian selamat datang Khas Melayu yang dibawakan beberapa penari perempuan dengan mengenakan pakaian berwarna kuning. Kemudian dilanjutkan dengan tarian angin mamari, khas Suku Bugis, Sulawesi Selatan. Dilanjutkan tarian yang dibawakan oleh 6 gadis cilik yang sempat mencur perhatian undangan.
          Usai pembacaan do’a penutup, para raja, ratu, dan undangan dijamu oleh Pangeran Ratu makan siang di Istana Amantubillah. Prosesi makan siang ini menggunakan tradisi saprahan atau makan bersama khas masyarakat yang tinggal di pesisir. “dahulu ketika Opu Daeng Manambun datang di Mempawah belum ada rumah. Mereka kemudian duduk dan makan bersama ditepi sungai beratap langit Tradisi ini kemudian dilakukan masyarakat Mempawah secara turun temurun”. Usai bersantap, beberapa undagan melakuka ziarah ke makam Opu Daeng Manambun.
3)  Berbagai pertujukan rakyat.
          Pada hari rabu terakhir bulan Safar para masyarakat berkumpul karena acara hiburan rakyat dimulai. Dalam upacara dimulai dengan mendengungkan Azan yang dibacakan dimuara Sungai Mempawah. Peristiwa azan adalah mengingatkan pada saat azan yang pertama yang dilakukan oleh rombongan Opu Daeng Manambun ketika akan memasuki wilayah Mempawah. Di lokasi tempat upacara, beberapa panitia sibuk dengan peralatan. Sound system dipasang selengkapnya untk memulai acara perlomabaan permintaan rakyat.
          Penduduk yang datang dari berbagai daerah ikut larut dalam pesta rakat tidak ketinggal para pedagang yang datang dari berbagai wilayah untuk menjual dagangannya, mulai dari makanan, aksesoris, sampai dengan barang kelontong maupun pakaian yang begitu banyak seperti menjadi pasar pagi. Keramaian manusia begitu banyak sehingga bagi pengunjung sulit sekali melewati diantara kerumunan massa. Transportasi air yang digunakan oleh penduduk dari pedalaman memadati sungai-sungai di Kuala Mempawah, sebagai suporter dari tim dayung yang akan bertanding. Tim dayung yang datang dari berbagai daerah ikut meramaikan pertandingan. Sampan-sampan yang dipersiapkan untuk dipertandingkan dimulai dengan acara ritual pembacaan doa, agar para peserta mendapat keselamatan dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Pertandingan ini setiap tahun diadakan sebagai wujud rasa kebersamaan antar sesama warga. Setelah selesai pertandingan, peserta yang menjadi pemenang akan mendapatkan piala maupun uang saku dari panitia. Piala yang diperebutkan adalah piala bergilir dan ada juga sepeda motor sumbangan dari donatur daerah. Permainan rakyat yang biasanya digelar antara lain; pangka gasing, lomba sampan, bola voli, sepak bola, layang-layang, tarian daerah, lomba syair, dan hiburan rakyat, seperti qasidah, jepin, dan musik dangdut. Permainan rakyat adalah bagian dari upacara robo’-robo’ yang tetap diadakan setiap tahun Rabu terakhir bulan Safar.
G. Makna dan Ritus Upacara
          Makna perayaan tradisi robo’-robo’ menurut Pangran Ratu Istana Amantubillah Mempawah adalah sebagai napak tilas kedatangan Opu Daeng Manambun. “Ketika itu para pengikut Opu Daeng Manambun, terdiri atas berbagai etnis dan agama”. Dengan begitu robo’-robo’ diyakini syarat dengan pesan persatuan dari semua etnis dan agama yang ada di Kalbar. Pesan ini meruakan warisan yan ditinggalkan Opu Daeng Manambun ketika mendiri Kota Mempawah.
          Mereka berkumpul pada hari Rabu akhir bulan Safar. Bersama-sama mereka membangun Mempawah. Jadi ada makna harmonis antar etnis dan agama dibalik perayaan robo’-robo’ ini, hal ini dijelaskan oleh Pangeran Ratu Mardan. Bukti lain dari adanya keharmonisan, bisa dilihat dari kompleks pemakaman Opu Daeng Manambun. Di makam tersebut juga terdapat makam Panglima Hitam orang Dayak, Patih Humantir dan Damarwulan orang Jawa, Lo Tai Pak orang Thionghoa, dan beberapa makam etnis lainnya.
          Robo’-robo’ bagi sebagian masyarakat lokal mejadi berkah tersendiri untuk mendulang rupiah. Mereka berjualan berbagai produk pada deretan kios di sekitar lokasi yang berubah menjadi pasar kaget. Biasanya mereka berjualan seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan Upacara Robo’-robo’.
          Arti lambang kegiatan Upacara Robo’-robo’ antara lain:
ü Perahu lancang kuning melambangka perahu raja-raja kesultanan Mempawahyang dipakai  oleh para kaum kerabat kerajaan Mempawah.
ü Beras kuning melambangkan emas dan bertih melambangkan perak. Menabur beras dan bertih melambangkan agar para leluhur turut hadir didalam upacara adat tersebut.
ü Sesajian lauk pauk dengan  air melambangkan untuk para makhluk yang menjaga perairan.
ü Memasak di pantai Kuala Mempawah melambangkan rombongan Opu Daeng Manambun untuk mempersiapkan makan di daerah sungai Mempawah.
ü Lantunan suara azan di sungai Mempawah melambangkan pertama kali rombongan Opu Daeng Manambun mengumandang-kan azan di wilayah Mempawah.
ü Air tolak bala dan air Salamun Tujuh melambangkan upaya manusia untuk menolak bala bencana mengancam kehidupan.
ü Kuntum bunga mawar melambangkan wewangian para leluhur untuk ditaburkan pada makam.
ü Air tepung tawar melambangkan penawaran bagi segala bencana yang datang.
ü Ketupat melambangkan bebasnya manusia dari bencana.
ü Upacara dipinggiran sungai melambangkan agar mendapatkan keselamatan dari pencana yang datang dari arah laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar