A. Latar Belakang Upacara
Hari Rabu bulan Safar terakhir dikenal
masyarakat Mempawah sebagai hari
Robo’-robo’.
Robo’-robo’ adalah nama upacara tahunan (tahun Islam) yang diselenggarakan oleh
penduduk daerah Kabupaten Pontianak khususnya dan pada masyarakat keturunan
Bugis yang ada yang di daerah lainnya. Kata Robo’-robo’ berasal adri kata
robo’. Kata ini palingdengan istilah yang dipakai untuk nama hari keempat
setiap minggu yaitu Rabu. Dari kata Rabu atau Robo’, maka Robo’-robo’ sangat
erat kaitannya dengan kata hari Rabu.
Upacara ini diselenggrakan setiap
tahun pada hari Rabu, yaitu setiap hari Rabu terakhir bulan Safar tahun Islam.
Orang mengatakan dengan istilah Rabu terakhir artinya terakhir setiap bulan
Safar. Istilah lain juga disebut Saparan yang diambil dari istilah Safar yaitu
bulan Safar, karena upacara ini hanya diselenggarakan setiap bulan Safar.
Menurut
kepercayaan masyarakat setempat bahwa bulan Safar merupakan bulan banyaknya
turun bala dari Yang Maha Kuasa. Artinya bahwa bulan Safar seperti ini
merupakan bulan yang paling naas, bulan yang penus kesialan. Peristiwa sejarah
Nabi-nabi dikenal kesialan-kesialan yang nyaris menimpa nabi-nabi seperti
terlepasnya Nabi Musa dari kerajaan Fir’aun karena mu’jizat terbelahnya air
laut, di selamatkannya Nabi Ibrahim dari kobaran api untuk membakarnya,
diselematkannya Nabi Yunus dalam perut ikan nun dan lain-lain. Secara
kronologis orang mempercayai bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa menurunkan bala setiap
tahun pada setiap bulan Safar.
Secara magis, bala itu dapat di
hindari karena makhluk halus dapat menolong menyelamatkan manusia dari ancaman
bala yang akan menimpa. Pertolongan itu harus diminta dengan memberikan
imbalan-imbalan tertentu. Bagi penduduk daerah Kabupaten Pontianak di Mempawah,
upacar ini bersifat historis dan religio magis.
Bersifat historis, karena upacara ini
dikaitkan dengan peristiwa penting dalam sejarah kehidupan kerajaan Mempawah,
antara lain perdaratan pertama Opu Daeng Manambun, putera Bugis sendiri
Kerajaan Mempawah dan kematian beliau sebagai penemabahan kerajaan pertama
kerajaan itu.
Bersifat religis, karena adanya
permohonan yaitu do’a kepada Allah Yang Maha Kuasa agar seluruh warga
masyarakat diselamatkan dari bala benacana yang dapat menimpa sewaktu-waktu.
Bersifat magis, karena upacara ini bersifta memberi pesembahan dan khususnya
arwah para Penembahan Mempawah dan para makhluk halus yang dipercaya mempunyai
kelebihan pada manusia. Dari para leluhur dan makhluk hakus diharapkan dapat
memberikan pertolongan pada manusia untuk melindungi dari bala bencana yang
akan menimpa.
Perkembangan selanjutnya upacara ini
bersifat socio cultural, karena mempunyai nilai ekonomis untuk menarik
wisatawan ke mempawah dan dengan demikian akan menaikkan pendapatan daerah.
Oleh karena itu, pada penanganan selanjutnya upacara besar dan melalui beberapa
tehapan yaitu upacara ziarah kubur, upacara kenduri dari permainan rakyat.
Upacara
ziarah kubur diselenggarakan untuk menziarahi makam Opu Daeng Manambun dan
makan para Panembahan Mempawah lainnya. Upacara kenduri dilaksanakan untuk
menolak bala dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hiburan
rakyat yang bersifat tradisional berupa perlombaan ssampan di Kuala Seacapa
sungai Mempawah.
B. Maksud dan Tujuan
Upacara
Beberapa hal yang ingin dicapai dengan
diselenggarakannya upacara ini adalah:
·
Memperingati
peristiwa-peristiwa historis yang penting bagi kerajaan Mempawah yaitu tentang
pedaratan pertama Opu Daeng Manambun di wilayah Mempawah. Setelah
pendaratannya, armada Upo Daeng Manambun itu kemudian mendirikan perkampungan
serta didengungkannya azan yang pertama kali di wilayah itu. Peristiwa lain yan
di peringati ialah wafatnya Opu Daeng Manambun pendiri Kerajaan Mempawah pada
hari Selasa menjelang diselenggarakanya upacara robo’-robo’.
·
Memohon ampun dan
memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar seluruh warga masyarakat
diselamatkandari bala bencana yang banyak diturunkan pada setiap bulan Safar.
Permohonan itu diwujudkan dengan memperbanyak sedekah, berdo’a dan berkenduri
bersama, dalam rangka memupuk rasa persaudaraan dan kegotong royongan.
·
Pemujaan dan
penghormatan kepada leluhur, khususnya para penembahan Mempawah yang telah memimpin
dan mengembangkan wilayah Kerajaan Mempawah, agar diampunkan dosa-dosanya dan
dibalas jasa-jasanya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga mendapatkan kehidupan
akhirat yang menyenangkan. Maksud lain dari penyelenggaraan upacara itu ialah
untuk megusir para roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia. Dengan demikian
akan selamatlah kehidupan masyarakat dari segala bala bencana yang banyak
diturunkan pada bulan Safar.
·
Lain dari
penyelenggaraan upacara itu ialah untuk mengusir para roh jahat yang mengganggu
kehidupan manusia. Demikian akan selamatlah kehidupan masyarakat dari segala
bala bencana yang banyak diturun pada bulan Safar.
· Perkembangan
selanjutnya robo’-robo’ diselenggarakan untuk mengikuti adat istiadat yang
telah turun menurun. Dengan demikian adat yang telah mengikat dalam kehidupan
lapisan masyarakat Kabupaten Pontianak, akan didapatkan dua keuntungan
sekaligus yaitu memberi pendapatan daerah karena banyaknya kunjungan para
wisatawan dari berbagai daerah dan negara.
C. Waktu Penyelanggaraan Upacara
Robo’-robo’, diselenggarakan satu kali
setiap tahun Islam, yaitu setiap hari Rabu terakhir bulan Safar. Rangkaian
upacara meliputi berbagai kegiatan yaitu ziarah kubur ke makam pendiri Kerajaan
Mempawah dan makam para Panembahan yang letaknya tidak menjadi satu dengan
makam pendiri Kerajaan Mempawah.
Upacara ziarah kubur dilaksanakan pada
hari Selasa terakhir bulan Safar. Sesudah lepas tengah hari pada hari selasa
ini upacara ziarah kubur dilakukan pertama-tama di makam Opu Daeng Menambun,
kemudian dilanjutkan ke makam Panembahan lainnya, yaitu:
1.
Makam H. Moehamad
Saleh Ibnu H. Abdurahim Shomat. Guru Opu Daeng Menambun.
2.
Makam Panglima Hitam,
yaitu pengawal Opu Daeng Menambun.
3.
Makam Sri Ayu. Makam
ini menurut keterangan dari juru kunci ditemukan di dalam mimpi, adalah makam
tubuh artinya makam yang datang sendirinya, menurut kisahnya makam ini berasal
dari Majapahit.
Pada malam rau diselenggarakan cara
masak-masak diperkampungan tempat pendaratan pertama Opu Daeng Menambun. Pada
malam itu juga diselenggarakan upacara-upacara persembahan yaitu membuat
sesajen untuk penjaga laut.
Hari
rabunya setelah shubuh, upacara kenduri dilakukan oleh setiap kelompok
masyarakat, khususnya masyarakat Mempawah. Dan siang harinya dilanjutkan dengan
perlombaan sampan di Kuala Mempawah. Seluruh warga masyarakat Mempawah
bergembira ria, dan hilir mudik dalam kota sambil menonton perlombaan sampan.
D. Tempat
Penyelenggaraan Upacara
Banyak tempat yang digunakan untuk
penyelenggaraan upacara sejak hari selasa sampai rabu. Tempat-tempat tersebut
adalah:
·
Makam Opu Daeng
Menambun di sebukit Rama. Di tempat ini akan dikunjungi oleh para penziarah
yang diselenggarakan pada hari selasa karena Opu Daeng Menambun meninggal pada
hari Selasa.
·
Makam para Panembaha
Mempawah di Pulau Pedalaman menuju ke hulu dari Kuala Mempawah. Tempat ini juga
dikunjungi oleh para penziarah pada hari selasa setelah selesai upacara ziarah
di tempat makam Opu Daeng Menambun.
·
Di daerah pantai yang
dikenal penduduk Mempawah sebagai tempat pendaratan pertama dari armada Opu
Daeng Menambun pada waktu pendirian kerajaan Mempawah.
·
Di dalam gang-gang di
kota Mempawah. Di gang-gang ini diselenggarakan kenduri pada pagi hari rabu
setelah selesai sholat subuh. Kenduri dilaksanakan oleh penduduk yang bertempat tinggal dalam gang
masing-masing. Selesai kenduri dilanjutkan dengan makan-makan bersama oleh
setiap warga yang dilakukan di alam terbuka dalam gang masing-masing.
·
Di kuala Mempawah
mulai dari jembatan induk sampai daerah pantai. Ditempat ini dilaksanakan lomba
sampan. Disamping itu tempat ini juga menjadi tumpuan dari seluruh penduduk yang akan berekreasi
pada hari itu. Sedangkan, di sekitar jembatan induk dan pasar-pasar di
sekitarnya merupakan tempat yang paling ramai.
Pelaksanaan teknis upacara dilaksanakan
oleh sebuah panitia yang dibentuk secara resmi oleh pemda. Karena upacara ini
mempunyai pengaruh yang cukup luas bagi kalangan masyarakat dimana seluruh
penduduk Kabupaten Pontianak merasa ikut terlibat didalamnya, maka demi
kesatuan sosial, upacara ini diangkat menjadi upacara daerah. Panitia pelaksana
terdiri dari berbagai unsur potensi daerah seperti Pemda, tokoh agama,TNI,
Pemuda dan lain-lain.
Panitia ini bertugas untuk merencanakan, melaksanakan,
dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Para tokoh agama bertugas untuk
membimbing, mengatur dan melaksanakan upacara-upacara dilingkungannya, TNI
bertanggung jawab atas keamanannya dan pemuda untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan lomba dan lainnya.
Selain panitia resmi tersebut, para
keluarga kerajaan yang mewarisi kerajaan itu mempunyai fungsi teknis pula dalam
kegiatan upacara. Fungsinya seolah-olah sebagai penghubung antara alam manusia
ini dengan arwah para leluhur. Hubungan antara manusia dengan para makhluk
tersebut dapat dilakukan oleh keluarga kerajaan itu. Dalam upacara ini para
makhluk halus tersebut harus diberi tahu agar tidak jahat kepada manusia.
Pihak-pihak yang terlibat dalam
upacara ini adalah hampir seluruh warga di wilayah Kabupaten Pontianak
khususnya bangsa Melayu merasa turut terlibat dalam perlaksanaan robo’-robo’.
Penduduk dalam kota ikut aktif melaksanakan baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama. Yang tidak ikut aktif dalam kegiatan, terutama anak-anak muda
laki-laki atau wanita mengambil kesempatan untuk bersuka ria ditempat-tempat
hiburan.
Aktivitas para penduduk dalam hal
pelaksanaan upacara ini antara lain membuat kenduri, membuat sesajen, lomba
sampan, dan melaksanakan hiburan lain. Sementara penduduk-penduduk di desa-desa
turut membuat kue-kue khusus, terutama ketupat untuk kenduri.
Dikalangan keluarga bangsawan
keterlibatan dalam upacara ini ialah dalam melakukan ziarah ke makam para
Panembahan baik Opu Daeng Manambun atau pun Panembahan-panembahan lainnya.
Mereka berkumpul secara resmi di istana, berzikir, bertahlil, dan berkenduri
serta melakukan ziarah. Keterlibatan lain juga dalam hal pembiayaan.
E. Persiapan dan Pelaksanaan Upacara
Persiapan secara umum ialah dimulai
dengan pembentukan panitia, dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan, serta pembiayaannya. Kenduri dan sesajian yang akan
dilaksanakan secara massal, rencana dilakukan bersama-sama. Demikian pula
mengenai pembuatan sesajian umum, biasanya dikumpulkan dari setiap rumah
tangga. Para tokoh masyarakat, para tua-tua kampung dan lurah-lurah Desa
bertugas untuk mengerahkan masa dan menghimpun dana serta mengatur
pelaksanaannya. Pada hari Selasa para ibu rumah tangga dan anak-anak wanita
telah membuat kue-kue dan memasak makanan untuk keperluan upacara besok
paginya.
Di lingkungan istana, pada hari selasa
keluarga sudah berkumpul untuk bersama-sama menuju ke Sebukit guna menziarahi
makam para Panembahan. Namun, sebelumnya telah dipersiapkan alat-alat
perlengkapan upacara yang akan dibawa ke makam, terutama sesajian, air tolak
bala, kendaraan air dan makanan. Sementara itu, panitia mempersiapkan
alat-alat, baik untuk keperluan ziarah bagi yang akan ikut maupun bagi
keperluan penyelenggaraan permainan rakyat yaitu di kuala sungai Mempawah.
Selain itu, disipakan juga rambu-rambu lomba di sungai, menyiapkan hadiah
pemenang dan lain-lain.
Persiapan lain yang dilakukan oleh
masyarakat pada umumnya berupa penyusunan tim lomba, persiapan kostum, sampan
lomba, pangka gasing, dan lain sebagainya. Para muda-mudi menyiapkan pakaian
kendaraan, uang untuk bekal dalam keramaian hari upacara dan lain-lain.
Perlengakapan yang diperlukan untuk
upacara ini antara lain:
1.
Bagi kendaraan Istana Mempawah:
· Sesajian
terdiri dari nasi pulut warna kuning, panggang ayam satu ekor, berteh beras
kuning, dan setanggi.
· Air
tepung tawar, air tolak bala, dan ramuan bunga.
· Makanan
terutama ketupat.
2. Bagi masyarakat setempat:
· Air
tolak bala dan air salamun tujuh.
· Nasi
dan lauk pauk secukupnya untuk kenduri.
· Ketupat
dan kue-kue,
· Sampan
lomba bagi yang akan mengikuti lomba sampan.
· Permainan
gasing, olahraga voli, sepak bola.
3. Bagi panitia penyelenggara:
· Podium
dan pengeras suara.
· Rambu-rambu
lomba sampan di sungai.
· Hadiah-hadiah
perlombaan.
· Alat
perlengkapan administrasi.
E. Jalannya Upacara Menurut
Tahapannya
1) Upacara Ziarah
Pada hari Selasa tetrakir bulan Safar,
keluarga istana telah berkumpul di istana, ada juga yang berkumpul ditempat
lain yang strategis sehingga memudahkan keberangkatannya. Para pejabat
Pemerintah dan panitia penyelengaraan robo’-robo’ serta warga masyarakat
lainnya yang ingin ikut serta dalam ziarah ini juga sudah berkumpul untuk
menetapkan kendaraan-kendaraan yang akan dipergunakan. Masing-masing rombongan
siap dengan kendaraannya sendiri.
Jam 07.00 wib pagi rombongan sudah
mulai berangkat menuju ke Sebukit Rama, makam para Panembahan Mempawah.
Perjalanan air ini cukup jauh memakan waktu sekitar 2 jam, menyelusuri sungai
Mempawah ke arah hulu. Namun, kini perjalanan tersebut sudah menggunakan
kendaraan mobil dan motor dengan waktu lebih cepat kurang lebih 30 menit dari
kota Mempawah. Perjalanan ritual dipimpin sesepuh dari Kerajaan Mempawah.
Pemimpin raja bertanggung jawab untuk menetapkan waktu keberangkatan dan waktu
pulang dn juga mengatur rombongan ditempat Mendian Opu Daeng Manambun
dimakamkan. Peraturan ini dimaksudkan agar menjadi lancar dan tertib. Sesampai
dimakam, guru kunci makam yaitu kaum kerabat istana Mempawah bertugas untuk
memimpi upacara dimakam itu. Sekitar pukul 10:00 siang waktu setempat prosesi acara
baru dimulai.
Perjalanan menuju ke Sebukit adalah
sebagai berikut: untuk para kerabat istana mempergunakan khusus yang telah
dipersiapkan. Para pejabat pemerintah setempat yang ikut dalam upacara ziarah
mempergunakan motor air. Mengingat situasi dan kondisi kini yaitu sudah ada
prasarana jalan maka perjalanan sudah dialihka sebagian melalui jalan darat,
namun masih ada juga yang mempergunakan sampan bagi masyarakat setempat.
Prosesi perjalanan mengambarkan
situasi masyarakat yanng masih kental dengan adat istiadat setempat, tawa ria,
canda gurau, diiringi lagu-lagu yang terus berdering di HP para peserta
mengiringi untuk menuju ke lokasi. Lokasi yang asli dengan hutan yang masih
lestari, masyarakat yang ramah tamah selalu melambaikan tangan ketika romongan
melewati perkampungan mereka. Setelah sampai pada tempat yang dituju, para
rombongan penziarah harus mendaki bukit (Sebukit Rama). Pendakian ini melewati
tangga semen yang berjumlah kurang lebih 250 buah, menurut kepercayaan
masyarakat setempat antara pengunjung yang datang hampir dikatakan tidak ada
yang sama menurut hitungan tangga walaupun sudah dihitung berkali-kali.
Para penziarah pada ditempat makam
memasuki bangsal tempat ruang makam Opu Daeng Manambun. Petugas yang ditunjuk
mengatur para tamu yang akan duduk didalam ruangan tersebut. Jika para
pengunjung yang datang melebihi kapasitas maka upacara dibuat beberapa kelompok
agar semua yang datang dapat masuk kedalam ruang makam Opu Daeng Manambun.
Rombongan penziarah yang datang satu
persatu memasuki ruang maka dengan merapatkan saf-saf duduk berhimpitan.
Prosesi upacara dimulai dengan penaburan beras kuning dan berteh oleh pemimpin
upacara ke atas makam/nisan Opu Daeng Manambun diiringi dengan doa. Peralatan
sesajian yang telah disiapkan diletakan pada bagian Barat nisan ditengah-tengah
peserta.
Adapun sesajian yang dipergunakan
didalam lokasi makam antara lain;
§ Sesajian
tersebut berupa nasi kuning yang berbentuk kerucut.
§ Dibagian
atas diletakan sebuah telur ayam rebus.
§ Nasi
dengan seekor panggang ayam.
§ Bertih
§ Beras
kuning satu mangkuk.
§ Sepering
ketupat.
§ Sisir.
§ Pisang
masak di dalam pirig.
§ Setanggi
(dupa).
Prosesi selanjutnya pemimpin upacara
membakar setanggi, diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an,
berzikir, dan berdoa, setelah itu dilakukan upacara tabur bunga ke atas makam
Opu Daeng Manambun oleh para kaum kerabat istana yang diikuti oleh masyarakat
lainny. Setelah selesai penaburan bungan di atas makam Opu Daeng Manambun
dilanjutkan pada makam lainnya diluar bangsal makam. Para penziarah yang datang
dan berniat bernazar mengikat nisan dengan kain berwarna kuning di nisan Opu
Daeng Manambun.
Pada proses berikutnya diberi
kesempatan pada rombongan yang kedua, untuk memasuki bangsal Opu Daeng
Manambun. Upacara dimulai dengan menabur beras kuning dan bertih,
pembakaran beberapa buah setanggi,
diiringi dengan zikir dan ayat-ayat Al-Qur’an berdoa dan menabur bunga seperti
yang telah dilakukan oleh rombonga yang pertama. Untuk sesajen tidak lagi dikeluarkan
untuk digunakan dan dilakukan sampai pada rombongan berikutnya.
Setelah selesai upacara ziarahan dan
semua peserta istirahat dengan memakan makanan yang dibawa masing-masing
peserta. Para peserta saling tukar makanan, kue-kue, dan air minum yang dibawa
dari rumah, makanan juga dilemparkan sedikit di sungai depan makam, menurut
kepercayaan mereka bahwa sungai itu juga ada penghuninya yaitu buaya kuning
dari keturunan kaum kerabat istana yang
ditujukan agar tidak mengganggu para penziarah. Setelah selesai prosesi di
makam Opu Daeng Manambun para penziarah pulang masing-masing dengan kendaraan
sendiri.
2) Persiapan makanan hari Rabu
Selasa sore setelah pilang ziarah para
kaum kerabat berkumpul untuk mempersiapkan makan yang akan dibawa pada besok
hari rabu dengan berbagai makanan yang enak, seperti nasi selengkapnya,
kue-kue, dan makanan ringan lainnya. Kemudian, makanan khusus untuk sesajian
yang akan diantarkan ke laut Mempawah.
Adapun perlengkapan yang akan dibawa
ke laut antara lain; (1) nasi lauk pauk, (2) panggang ayam, (3) ketupat lemak,
(4) kue-kue yang disiapkan ke dalam ancak, (5) kapur, dan (6) rokok.
Perlengkapan ancak dengan perlengkapan
makanan dihanyutkan kesungai, agar para leluhur atau makhluk halus tidak
mengganggu manusia yang ada di atas bumi. Bagi masyarakat yang mendiami lokasi
yang begitu jauh dari laut upacara ini memang sering dilakukan, dimulai dari
pagi hari sampai siang hari dengan diiringi suara azan dan sholat. Prosesi ini
mngulangi bagaimana ketika Opu Daeng Manambun datang berlabuh serta sholat pada
tempat tersebut dan melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat tinggalbagi
beberapa pengikutnya.
Peralatan barang-barang yang dibuat
dan setelah menjelang tengah malam sesajian tersebut diantar ke sungai untuk
dihanyutkan, pada pagi hari dilakukan upacara makan bersama, setelah selesai
sholat subuhpara penduduk mempersiapkan makanan mulai dari tempat tinggal
terdekat, sampai pada gang-gang yang ada didalam lingkungan Mempawah, mengelar
tikar, duduk, dan makan bersama-sama denga upacara doa selamat bagi kaum kerabat
yang ada maupun yang diundang khusus pada acara ritual tersebut.
Pada jam 06.00 atau jam 08.00 upacara
dimulai. Tetua kampung, membacakan doa selamat dan doa tolak bala. Para peserta
upacara ritual yag turut serta larut di dalam doa, dengan duduk bersila
dihadapan hidangan masing-masing. Setelah doa dibaca masing-masing mengeluarkan
hidangan untuk disantap bersama-sama. Makanan yang dihidangkan ditukar dengan
makanan yang lainnya agar saling merasakan masing-masing. Setelah selesai
makan, hidangan dikemas sambil dibersihkan, kemudia acara dibubarkan dan
masing-masing pulang kerumah. Subuh harinya setelah sholat subuh masyarakat
megadakan ritual mandi tolak bala dengan air salamun tujuh, dimaksudkan agar
mendapatkan keselamatan dari mara bahaya dan bencana. Air tersebut dapat
diminum sekeluarga. Adapun yang dimaksud air salamun tujuh adalah air yang ada
didalam satu tempat yang bertuliskan huruf salamun tujuh dari daun andung. Para
pendatang yang ada dari luar daerah masing-masing turut ikut dalam pembacaan
doa selamat, sekitar 200 meter dari mulut jalan menuju lokasi terjadi
kemacetan. Terlebih sepanjang menuju lapangan terdapat kios-kios para pedangang
yang menjajakan berbagai produk. Di lapangan sejumlah tamu sudah menempati
kursi-kursi beratap tenda besar yang menghadapi sungai.
Pengunjung yang tidak mendapat kursi
berdiri dibibir sungai. Tidak beberapa lama kemudian perahu kuning yang membawa
rombongan Pangeran Ratu dari Istana Amantubillah, DR. Ir. Mardan Adijaya Kusuma
Ibrahim, MSc melaju diatas permukaan air Sungai Mempawah, sekitar 20 meter dari
tempat para tamu duduk. Ketika memasuki muara Mempawah, Pangeran Ratu dijemput
oleh Putra mahkota dan sejumlah punggawa keraton dengan menaiki perahu lancang
kuning. Di muara Mempawah, seorang punggawa istana mengumandangkan azan dari
atas perahu. Selepas itu, Putra mahkota melakukan ritual buang-buang sesaji ke
laut sebagai talak bala. Selanjutnya, Pangeran Ratu dan permaisuri mendatangi
para undangan, sedangkan Putra mahkota kembali ke Keraton.
Perayaan robo’-robo’ pada masa itu
agak berbeda lebih istimewa dari yanng sebelumnya. Perayaan yanng dipusatkan di
Sungai Mempawah dihadiri Raja dan Ratu serta perwakilan dari sejumlah Keraton
di Indonesia yang tengah mengikuti Festival Keraton Nusantara II. Mereka
menjadi tamu spesial yang disertakan melihat langsung perayaan tradisi
robo’-robo’.
Setealah acara serimonial pembukaan
Pengelaran Seni Budaya Keraton Nusantara II dan Festival Seni Budaya Melayu IV
se-Kalbar, para undangan dihibur dengan persembahan tari-tarian khas Kalbar.
Ada tarian selamat datang Khas Melayu yang dibawakan beberapa penari perempuan
dengan mengenakan pakaian berwarna kuning. Kemudian dilanjutkan dengan tarian
angin mamari, khas Suku Bugis, Sulawesi Selatan. Dilanjutkan tarian yang dibawakan
oleh 6 gadis cilik yang sempat mencur perhatian undangan.
Usai pembacaan do’a penutup, para
raja, ratu, dan undangan dijamu oleh Pangeran Ratu makan siang di Istana
Amantubillah. Prosesi makan siang ini menggunakan tradisi saprahan atau makan
bersama khas masyarakat yang tinggal di pesisir. “dahulu ketika Opu Daeng
Manambun datang di Mempawah belum ada rumah. Mereka kemudian duduk dan makan
bersama ditepi sungai beratap langit Tradisi ini kemudian dilakukan masyarakat
Mempawah secara turun temurun”. Usai bersantap, beberapa undagan melakuka
ziarah ke makam Opu Daeng Manambun.
3) Berbagai pertujukan rakyat.
Pada hari rabu terakhir bulan Safar
para masyarakat berkumpul karena acara hiburan rakyat dimulai. Dalam upacara
dimulai dengan mendengungkan Azan yang dibacakan dimuara Sungai Mempawah.
Peristiwa azan adalah mengingatkan pada saat azan yang pertama yang dilakukan
oleh rombongan Opu Daeng Manambun ketika akan memasuki wilayah Mempawah. Di
lokasi tempat upacara, beberapa panitia sibuk dengan peralatan. Sound system
dipasang selengkapnya untk memulai acara perlomabaan permintaan rakyat.
Penduduk yang datang dari berbagai
daerah ikut larut dalam pesta rakat tidak ketinggal para pedagang yang datang
dari berbagai wilayah untuk menjual dagangannya, mulai dari makanan, aksesoris,
sampai dengan barang kelontong maupun pakaian yang begitu banyak seperti
menjadi pasar pagi. Keramaian manusia begitu banyak sehingga bagi pengunjung
sulit sekali melewati diantara kerumunan massa. Transportasi air yang digunakan
oleh penduduk dari pedalaman memadati sungai-sungai di Kuala Mempawah, sebagai
suporter dari tim dayung yang akan bertanding. Tim dayung yang datang dari
berbagai daerah ikut meramaikan pertandingan. Sampan-sampan yang dipersiapkan
untuk dipertandingkan dimulai dengan acara ritual pembacaan doa, agar para
peserta mendapat keselamatan dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Pertandingan ini setiap tahun diadakan
sebagai wujud rasa kebersamaan antar sesama warga. Setelah selesai
pertandingan, peserta yang menjadi pemenang akan mendapatkan piala maupun uang
saku dari panitia. Piala yang diperebutkan adalah piala bergilir dan ada juga
sepeda motor sumbangan dari donatur daerah. Permainan rakyat yang biasanya
digelar antara lain; pangka gasing, lomba sampan, bola voli, sepak bola,
layang-layang, tarian daerah, lomba syair, dan hiburan rakyat, seperti qasidah,
jepin, dan musik dangdut. Permainan rakyat adalah bagian dari upacara
robo’-robo’ yang tetap diadakan setiap tahun Rabu terakhir bulan Safar.
G. Makna dan Ritus
Upacara
Makna perayaan tradisi robo’-robo’
menurut Pangran Ratu Istana Amantubillah Mempawah adalah sebagai napak tilas
kedatangan Opu Daeng Manambun. “Ketika itu para pengikut Opu Daeng Manambun,
terdiri atas berbagai etnis dan agama”. Dengan begitu robo’-robo’ diyakini
syarat dengan pesan persatuan dari semua etnis dan agama yang ada di Kalbar.
Pesan ini meruakan warisan yan ditinggalkan Opu Daeng Manambun ketika mendiri
Kota Mempawah.
Mereka berkumpul pada hari Rabu akhir
bulan Safar. Bersama-sama mereka membangun Mempawah. Jadi ada makna harmonis
antar etnis dan agama dibalik perayaan robo’-robo’ ini, hal ini dijelaskan oleh
Pangeran Ratu Mardan. Bukti lain dari adanya keharmonisan, bisa dilihat dari
kompleks pemakaman Opu Daeng Manambun. Di makam tersebut juga terdapat makam
Panglima Hitam orang Dayak, Patih Humantir dan Damarwulan orang Jawa, Lo Tai
Pak orang Thionghoa, dan beberapa makam etnis lainnya.
Robo’-robo’ bagi sebagian masyarakat
lokal mejadi berkah tersendiri untuk mendulang rupiah. Mereka berjualan
berbagai produk pada deretan kios di sekitar lokasi yang berubah menjadi pasar
kaget. Biasanya mereka berjualan seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan
Upacara Robo’-robo’.
Arti lambang kegiatan Upacara
Robo’-robo’ antara lain:
ü Perahu
lancang kuning melambangka perahu raja-raja kesultanan Mempawahyang
dipakai oleh para kaum kerabat kerajaan
Mempawah.
ü Beras
kuning melambangkan emas dan bertih melambangkan perak. Menabur beras dan
bertih melambangkan agar para leluhur turut hadir didalam upacara adat
tersebut.
ü Sesajian
lauk pauk dengan air melambangkan untuk
para makhluk yang menjaga perairan.
ü Memasak
di pantai Kuala Mempawah melambangkan rombongan Opu Daeng Manambun untuk
mempersiapkan makan di daerah sungai Mempawah.
ü Lantunan
suara azan di sungai Mempawah melambangkan pertama kali rombongan Opu Daeng
Manambun mengumandang-kan azan di wilayah Mempawah.
ü Air
tolak bala dan air Salamun Tujuh melambangkan upaya manusia untuk menolak bala
bencana mengancam kehidupan.
ü Kuntum
bunga mawar melambangkan wewangian para leluhur untuk ditaburkan pada makam.
ü Air
tepung tawar melambangkan penawaran bagi segala bencana yang datang.
ü Ketupat
melambangkan bebasnya manusia dari bencana.
ü Upacara
dipinggiran sungai melambangkan agar mendapatkan keselamatan dari pencana yang
datang dari arah laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar